Soloraya
Selasa, 5 Maret 2019 - 04:00 WIB

Cerita Suryati, Guru Muda Boyolali Berjuang Memperkenalkan PAUD di Pelosok Juwangi

Redaksi Solopos.com  /  Hijriyah Al Wakhidah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI—Menjadi guru di desa untuk anak-anak usia dini membawa tantangan tersendiri bagi Suryati, 39, seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Husna Desa Krobokan, Kecamatan Juwangi, Boyolali.

Desa Krobokan berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Kecamatan Juwangi. Di sana sebagian besar orang tua murid bekerja sebagai petani hutan.

Advertisement

Pendidikan jenjang PAUD menjadi hal baru dalam beberapa tahun belakangan. “PAUD sering dipandang sebelah mata oleh orang tua, karena di sini taunya ya sekolah itu mulai SD,” ujar Suryati ketika berbincang dengan Solopos.com di rumahnya beberapa waktu lalu.

Alasan lain adalah karena orang tua lebih sering membawa anak yang masih balita ikut bekerja ketimbang meninggalkannya di sekolah.

Advertisement

Alasan lain adalah karena orang tua lebih sering membawa anak yang masih balita ikut bekerja ketimbang meninggalkannya di sekolah.

Dia bersama guru-guru di sekolahnya kemudian melakukan berbagai cara untuk memperkenalkan PAUD pada orang tua. Di antaranya melakukan sosialisasi saat acara-acara warga seperti arisan dan PKK.

Meski demikian, Suryati mengaku banyak mendapat keuntungan dengan menjadi guru di desa. Sejumlah 22 anak didiknya lebih penurut lantaran belum terpengaruh budaya teknologi daring. Untuk itu, dia harus lebih kreatif memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran.

Advertisement

Saat pembelajaran tentang air, Suryati bersama murid-muridnya membuat perahu sederhana dari pelepah pisang yang sudah kering.

Perahu itu kemudian diletakkan berjajar di sungai dekat sekolah. Dari sana, anak-anak mengetahui bahwa air memiliki beberapa sifat, di antaranya mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, serta dapat meresap.

Advertisement

Sifat air itu dia terangkan lewat perahu mainan buatan murid-muridnya yang bisa berjalan mengikuti arus sungai, juga basah saat diangkat.

Tak berhenti sampai di situ, Suryati juga mengelola taman bacaan masyarakat (TBM) yang diberi nama TBM Sekawandoso di rumahnya. Selain ratusan buku yang tersedia di sana, lewat TBM dirinya juga memberi pelajaran tambahan bagi anak-anak, termasuk pelajaran menari, mengaji, dan pelajaran keagamaan.

Baginya kesempatan meraih pendidikan bisa didapatkan di mana saja. “Tinggal di desa bukan menjadi alasan untuk tidak menjadi pintar,” imbuh dia.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif