SOLOPOS.COM - Ilustrasi demo buruh menolak upah murah. (Dok. JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Solopos.com, KARANGANYAR — Puluhan buruh di Kabupaten Karanganyar bakal mendatangi Istana Negara Jakarta pada Peringatan Hari Buruh 1 Mei nanti. Mereka akan bergabung dengan puluhan ribu buruh dari daerah lain menuntut pemerintah dan DPR mencabut UU Cipta Kerja. UU tersebut dinilai merugikan buruh.

Ketua DPD Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Karanganyar, Hariyanto, mengatakan secara substansi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja masih sama dengan Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak gerakan buruh, rakyat, dan mahasiswa. Dalam aksi ini nanti buruh dari berbagai perwakilan organisasi di Karanganyar akan berangkat bersama menggunakan bus.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Kami perwakilan dari Karanganyar akan bergabung dengan buruh dan pekerja di Istana Negara besok saat May Day,” kata dia ketika berbincang dengan Solopos.com, Rabu (26/4/2023).

Selain isu nasional penolakan UU Cipta Kerja, dia mengatakan permasalahan buruh di Kabupaten Karanganyar juga akan disuarakan dalam aksi tersebut. Beberapa masalah itu di antaranya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga pelanggaran hak-hak normatif buruh.

Dia mengatakan gelombang merumahkan buruh hingga PHK  terjadi sebelum Lebaran lalu. Hak-hak para buruh juga terabaikan seperti tidak ada pesangon maupun pembayaran tunjangan hari raya (THR) yang tidak sesuai ketentuan.

“Isu lokal ini akan kita bawa ke Istana Negara. Kami berharap pemerintah tahu kondisi buruh sekarang ini,” katanya.

Selain aksi di Istana Negara, dia mengatakan buruh Karanganyar juga akan menggarap sarasehan dalam rangka Hari Buruh. Sarasehan bertajuk Ketupat May Day ini akan digelar di Hotel Permata Sari Karanganyar pada 6 Mei mendatang. Dalam sarasehan tersebut akan dibahas berbagai persoalan ketenagakerjaan yang dihadapi para buruh dan pekerja di Karanganyar.

Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Karanganyar, Murjioko, mengatakan gelombang merumahkan buruh hingga PHK menimpa pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Umumnya dilakukan perusahaan menjelang Lebaran.

Perusahaan enggan menunaikan kewajibannya membayarkan THR bagi para pekerja. Padahal banyak di antara mereka telah bekerja lebih dari lima tahun. Namun para pekerja ini terjebak dalam status kontrak maupun PKWT.

“Perusahaan di sektor tekstil paling banyak melakukan PHK,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya