SOLOPOS.COM - Dua cakades Kedungupit, Suryanto (kanan) dan Nur Suwanto bersalaman saat deklarasi damai di Balai Desa Kedungupit, Kecamatan Sragen Kota, Sragen, Kamis (14/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Akan ada 10 desa di Kabupaten Sragen yang bakal menggelar pemiliha kepala desa (pilkades) serentak pada 16 Oktober 2023 mendatang. Dari desa-desa tersebut Pilkades di Kedungupit yang dinamikanya terasa paling panas.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mewanti-wanti para calon kepala desa (cakades), terutama di Kedungupit, untuk menjaga kondusivitas. Bupati juga meminta jangan ada politik uang.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Untuk memastikan pilkades berjalan baik dan aman, Bupati bersama unsur pimpinan daerah datang ke Balai Desa Kedungupit pada Kamis (14/9/2023) untuk menyaksikan deklarasi pilkades damai. Deklarasi damai itu ditandatangani para cakades bersama tim sukses masing-masing, kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), panitia pilkades, dan pimpinan kecamatan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sragen, Pudji Atmoko, mengungkapkan Deklarasi Pilkades Damai di Kedungupit menjadi yang terakhir setelah sebelumnya digelar di sembilan desa. Deklarasi damai ini efektif untuk menciptakan kondusivitas desa.

“Ikhtiar itu boleh saja untuk mengondisikan desa, supaya sebelum dan pasca-pilkades tetap damai,” jelasnya kepada wartawan.

Dari 10 desa yang menggelar pilkades, Pudji menyebut Desa Kedungupit yang paling panas konstelasinya, sama seperti yang Bupati sampaikan. Media sosial, menurutnya, memberi pengaruh besar pada terjadinya situasi panas.

“Pilkades panas itu yang menggosok-gosok ya medsos [media sosial]. Situasi sebenarnya ya tidak tahu. Adanya medsos semakin memanaskan suasana,” paparnya.

Desa lain yang dinilai cukup rawan adalah Banyurip (Kecamatan Jenar), Puro (Karangmalang), Doyong (Miri). Dari 10 desa yang menggelar pilkades serentak, ada tujuh yang diikuti petahana. Tujuh desa itu di antaranya Puro, Jambeyan (Sambirejo), Jetak (Sidoharjo), Girimargo (Miri), Doyong, dan Ngandul (Sumberlawang).

Bupati Yuni meminta pilkades dibuat adem dan kondusif. Ia juga meminta cakades yang menang mau mendatangi yang kalah dan mengajak untuk bersama-sama membangun desa.

“Kedungupit ini paling tinggi suhu politiknya daripada di Desa Banyurip di Jenar. Saya titip supaya berkampanye yang damai, jangan membuat kata-kata menohok!” tegasnya sambil mengancam akan menjadikan Kedungupit sebagai kelurahan jika pilkades nanti berjalan ricuh dan muncul keributan.

Jika Kedungupit jadi kelurahan, maka tak akan ada lagi pilkades karena bukan lagi kades yang memimpin wilayah, melainkan lurah yang ditunjuk oleh Bupati.

Yuni meminta cakades jangan berpolitik uang. “Saya kira Jambeyan bisa menjadi contoh. Di sana ada empat calon dan bersepakat tidak politik uang. Mereka sepakat untuk memberi uang transportasi Rp15.000 bagi warga yang mencoblos. Kalau ada sisa, dikembalikan ke masing-masing cakades. Contoh Jambeyan itu bisa dilakukan di Kedungupit sehingga cakades lebih menonjolkan program kerja ke depan dan inovasi desa,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya