SOLOPOS.COM - Ilustrasi demam berdarah. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 16 desa di 10 kecamatan di Kabupaten Sragen masuk dalam kategori desa endemis demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan hasil pemetaan kasus di 2020. Di belasan desa tersebut ditemukan kasus DBD secara terus-menerus dalam kurun waktu minimal tiga tahun.

Sepuluh kecamatan tersebut yakni Kalijambe, Ngrampal, Karangmalang, Sragen Kota, Sidoharjo, Gemolong, Miri, Sumberlawang, Mondokan, dan Sukodono. Di luar 16 desa endemis DBD, ada 163 desa masuk kategori sporadis DBD dan 29 desa masuk kategori potensial DBD.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Demikian disampaikan administrator Kesehatan Ahli Muda Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen, M.M. Sumiyati, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (11/1/2022). Ia menjelaskan suatu desa disebut endemis DBD ketika terjadi kasus DBD secara terus menerus dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut.

Baca Juga: Bocah Sragen Meninggal Diduga Karena Demam Berdarah

Kemudian desa masuk ketegori desa sporadis DBD ketika di desa itu ditemukan kasus DBD dalam tiga tahun terakhir tetapi tidak berturut-turut. Lalu desa potensial DBD itu adalah desa yang berdekatan dengan daerah sporadis, mobilitas penduduknya tinggi, angka bebas jentiknya buruk, tetapi belum pernah terjadi kasus DBD atau pernah terjadi kasus DBD tetapi tidak dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

“Untuk pemetaan desa endemis, desa sporadis, dan desa potensial pada 2021 masih dalam proses. Selama 2021 itu ada 846 laporan kasus berdasarkan kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS). Dari ratusan kasus itu sebanyak 94 kasus di antaranya positif DBD dan satu orang meninggal dunia pada Februari 2021,” jelas Sumiyati.

Kasus Diprediksi Naik

Dia mengatakan sepanjang 2022 ini hingga Selasa (11/1/2022) tercatat ada 109 laporan KDRS dengan 10 di antaranya positif DBD. Sumiyati mencatat selama 2013-2021, kasus laporan KDRS tertinggi terjadi pada 2016 dengan 875 kasus DBD dan meninggal lima orang.

Baca Juga: Pernah Zona Merah, Dinkes Sragen Ingatkan DBD Tak Kalah Bahaya Dibanding Covid-19

Kasus kematian DBD paling tinggi terjadi pada 2014 sebanyak 12 orang. Sejak 2019, tren DBD naik turun. Pada 2019 ada 126 kasus DBD tetapi turun menjadi 64 kasus DBD pada 2020.

“Di 2021 ada 94 kasus positif DBD. Nah, pada 2022 ini kemungkinan akan naik. Saya lihat pada perkembangan kasus pada Januari 2021 lalu hanya tiga kasus. Sementara pada hari ke-11 di Januari 2022 sudah muncul 10 kasus positif DBD. Artinya, ada kenaikan tiga kali lipat dari perbandingan bulan ke bulan,” jelas Sumiyati.

Sumiyati menekankan pentingnya melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara rutin berkala, terutama di kawasan endemis. PSN dibarengi dengan pola hidup bersih dan sehat menjadi kunci terbebas dari serangan DBD.

Baca Juga: Kasus DBD Sragen Tertinggi Se-Jateng

“Tempat-tempat tampungan air selalu diperiksa secara berkala supaya tidak ditemukan jentik. Tempat-tempat yang menjadi potensi genangan air saat musim penghujan seperti sekarang pun dibersihkan. Pemberdayaan masyarakat ini penting untuk kesehatan bersama,” ujar Sumiyati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya