Soloraya
Jumat, 7 Januari 2022 - 00:16 WIB

2 Proyek Besar Pemkot Solo Diwarnai Penolakan, Ini Saran untuk Gibran

Chrisna Chaniscara  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis/dokumen)

Solopos.com, SOLO — Dua proyek besar Pemkot Solo yang akan dilaksanakan tahun ini diwarnai penolakan dari pihak yang terdampak. Dua proyek itu yakni penataan koridor Gatsu-Ngarsopuro dan pembangunan sentra IKM di Pasar Mebel Gilingan, Solo.

Proyek penataan koridor Gatsu-Ngarsopuro ditolak oleh para pelaku usaha dan pemilik toko di Jl Gatot Subroto (Gatsu). Para pelaku usaha itu khawatir penataan kawasan itu menjadi night market akan membuat jualan mereka jadi sepi.

Advertisement

Sedangkan pembangunan sentra industri kecil menengah (IKM) di Pasar Mebel Gilingan, Banjarsari, Solo, ditolak oleh pedagang pasar tersebut lantaran mereka justru tidak mendapat tempat di sentra IKM itu. Para pedagang akan dipindahkan ke pasar baru di lahan eks Bong Mojo di Jebres, Solo.

Baca Juga: Pedagang Tolak Pasar Mebel Gilingan Solo Jadi Sentra IKM, Ini Alasannya

Advertisement

Baca Juga: Pedagang Tolak Pasar Mebel Gilingan Solo Jadi Sentra IKM, Ini Alasannya

Ada penolakan pada dua proyek besar Pemkot Solo itu tak luput dari perhatian dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Andi Setiawan. Andi menilai penolakan yang muncul setelah rencana pembangunan diputuskan itu karena model komunikasi yang cenderung elitis dan top down.

Padahal, model pembangunan seperti itu, menurut Andi, sudah ketinggalan zaman dan rawan merugikan masyarakat sehingga tak mengherankan jika muncul penolakan. “Dinamika tersebut menunjukkan Pemkot masih memakai pendekatan pembangunan kota yang teknokratis alih-alih demokratis. Mereka masih memandang warga sebatas objek pembangunan,” ujar Andi saat berbincang Solopos.com, Kamis (6/1/2022).

Advertisement

Baca Juga: Pasar Mebel Gilingan Jadi Sentra IKM, Pedagang Pindah ke Eks Bong Mojo

Pembangunan Partisipatif

Sebagai representasi pemimpin muda, Andi menilai Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mestinya dapat meninggalkan cara-cara lama dalam menata kota. Pembangunan berkonsep top down sudah usang dan telah banyak ditinggalkan kota-kota di dunia, termasuk di Indonesia.

Andi menggarisbawahi pelibatan warga dalam pembangunan partisipatif tak sebatas mengikutkan mereka dalam sosialisasi. “Mereka ditunjukkan gambar atau rencana proyek yang sudah jadi, selesai. Bukan seperti itu. Partisipasi perlu didorong sejak desain awal penataan. Warga yang paling tahu kebutuhannya, bukan Pemkot atau arsitek,” tutur peraih titel S3 Desain Lancaster University, Inggris, tersebut.

Advertisement

Baca Juga: 2022 Lebih Siap Hadapi Pandemi, Pemkot Solo Genjot 7 Proyek Strategis

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Solo, Sugeng Riyanto, menilai kurang intensnya komunikasi menjadi salah satu penyebab munculnya penolakan rencana pembangunan oleh warga. Sugeng mendorong perbaikan pola komunikasi sehingga keinginan warga dan pemangku kota dapat selaras.

“Problem di Gatsu dan Pasar Mebel tak seruwet PKL Banjarsari dulu. Dengan pendekatan yang baik, solusi bersama bisa diupayakan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif