SOLOPOS.COM - Petugas Disnakkan Boyolali menyuntikkan vaksin Antraks kepada sapi di Dukuh Wangan, Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Rabu (12/7/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali mendapatkan 2.000 dosis vaksin Antraks dari pemerintah pusat melalui Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sebanyak 2.000 dosis vaksin Antraks tersebut dibagikan ke lima daerah endemis di Kabupaten Boyolali.

Kabid Keswan Disnakkan Boyolali, drh Afiany Rifdania, mewakili Kepala Disnakkan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, menjelaskan kelima daerah endemis tersebut sebenarnya tiap tahun rutin diadakan vaksinasi Antraks.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Lima daerah itu ada di Banyuanyar di Kecamatan Ampel, Sumberagung dan Karangmojo di Kecamatan Klego, Desa Gunung di Kecamatan Simo dan Sempu di Kecamatan Andong.

Pada Rabu (12/7/2023), Afi mendatangi wilayah Banyuanyar di Kecamatan Ampel, Boyolali, untuk melakukan penyuntikan vaksin Antraks ke sapi di wilayah tersebut. Di hari yang sama dilakukan juga vaksinasi Antraks di Desa Gunung, Kecamatan Simo.

Ia menjelaskan populasi ternak dari lima daerah endemis Antraks tersebut sebenarnya ada 7.500 ekor. Namun, vaksin yang didapat sebanyak 2.000 dosis akan diusahakan bisa dipakai di lima desa.

“Itu 7.500 belum tentu semua bisa divaksin karena harus ternak sehat, jantan, dan cukup umur. Untuk betina enggak boleh bunting. Misal yang bunting sudah separuh saja sudah 3.500-an ekor,” kata dia kepada wartawan di Balai Desa Banyuanyar, Rabu (12/7/2023).

Afi menyampaikan sapi yang bunting, tidak cukup umur, dan sakit tidak boleh divaksin karena vaksin menjadi tidak efektif. Lebih lanjut, Afi menjelaskan kasus terakhir Antraks di Boyolali terjadi pada 2012.

Di Desa Banyuanyar pada 2012 terdapat 13 sapi dan lima kambing mati karena Antraks. Ia menceritakan saat itu tiba-tiba ternak di Banyuanyar mati mendadak. Padahal, pada saat itu tim dari Disnakkan Boyolali berkonsentrasi membasmi Antraks di wilayah Klego, Simo, dan Andong.

Bakteri Bertahan di Tanah

“Total ada 28 kasus selama 2011-2012 waktu itu. Terakhir [ada kasus Antraks] 2012, akan tetapi setelah itu kami rutin mengecek sampel tanah di kelima daerah endemis,” jelas dia.

Afi menjelaskan untuk menanggulangi Antraks agar tidak kembali merebak di Boyolali, selain melaksanakan penyuntikan vaksin Antraks rutin tiap tahun di daerah endemis juga mengambil sampel tanah.

Ketika hewan yang terkena Antraks disembelih, darahnya akan mengalir dan bakteri Antraks yang terkena oksigen akan membentuk spora. “Nah, spora ini yang ada di tanah bisa berpuluh-puluh tahun tidak hilang. Makanya kami mengambil sampelnya justru di tanah karena hewannya kan sudah enggak ada. Di tanah itu masih bisa dideteksi,” kata dia.

Sementara itu, salah satu peternak sapi perah asal Dukuh Wangan, Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali, Parmono, 49, berterima kasih kepada Disnakkan Boyolali yang tanggap untuk memberikan vaksin antraks untuk sapi-sapinya.

Parmono menjelaskan dari delapan sapi yang dia miliki, tujuh sapi bunting sehingga tidak bisa divaksinasi. Melihat sapi-sapinya divaksinasi, Parmono mengaku senang karena sudah lega hewan ternaknya telah terlindungi.

Ia menceritakan peternak sapi dilanda kegelisahan karena setelah penyakit mulut dan kuku (PMK) serta Lumpy Skin Disease (LSD), kini muncul kembali Antraks.

“Ini merupakan langkah cepat dan antisipatif dari Disnakkan Boyolali melihat perkembangan Antraks di Gunungkidul. Sebagai peternak, karena kami tidak terlalu menguasai, jadi kami akan manut ke Disnakkan. Kalau antisipasi dari saya sih selalu menjaga kebersihan kandang dan memberi obat cacing,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya