SOLOPOS.COM - Masyarakat saat berada di area pertanian di daerah Kiringan, Boyolali, Kamis (12/1/2023). Regenerasi petani milenial menjadi salah satu masalah di Kabupaten Boyolali. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI –  Ketua Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Boyolali, Andy Setyo Wibowo, menyatakan regenerasi petani di Boyolali sangat rendah.

Ia juga mengungkit data SUTAS 2018 BPS yang menyoroti jumlah petani muda yang sedikit.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Petani kelompok umur lebih dari 72 persen petani berumur 45 tahun ke atas. Petani lansia pun banyak, ada 21 persen atau 40.979 orang. Artinya, pemuda Boyolali belum tertarik untuk bekerja di sektor pertanian dan memilih profesi lain,” ujarnya kepada Solopos.com, Selasa (10/1/2023).

Petani 28 tahun tersebut menyayangkan hal tersebut karena sebenarnya tanah Boyolalli sangat subur dan membutuhkan regenerasi petani agar bisa mencapai ketahanan pangan secara berkelanjutan di masa yang akan datang.

“Selain itu faktor yang mempengaruhi minat pemuda dalam pertanian karena petani diidentikkan dengan kotor, panas-panasan, dan adanya pandangan bahwa usaha di bidang pertanian ini kurang menguntungkan dari segi perekonomian,” lanjut Andy.

Ia menambahkan terdapat lima faktor lain yang menyebabkan kurangnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian. Pertama adalah luas kepemilikan lahan yang semakin sempit karena banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan seperti dibangun jalan tol dan perumahan.

Lalu, terkait kurangnya branding pertanian jika bertani itu keren. Ketiga adalah permodalan untuk petani. Keempat adalah jaminan pasar, ia menilai anak-anak muda mengetahui jika biasanya ketika panen raya maka harga komoditas pertanian tersebut akan anjlok.

“Dibandingkan subsidi pupuk, saya lebih setuju kalau pemerintah memberikan jaminan pascapanen dengan membeli hasil panen petani dan memberikan subsidi harga penjualan petani sehingga harga jual bisa melambung. Jadi anak muda tertarik jadi petani,” kata dia.

Regenerasi Petani

Kemudian, faktor kelima, lanjut Andy, adalah terkait teknologi pertanian yang digunakan petani. Ia menilai regenerasi petani perlu dilakukan melihat usia petani yang semakin tua. Hal tersebut mengakibatkan penurunan kinerja dalam bidang pertanian.

Menurutnya, semakin terbukanya dunia dan persaingan pasar global menyebabkan pelaku sektor pertanian haruslah petani yang produktif dan efisien.

Andy menilai petani berusia lanjut memiliki kinerja dan produktivitas yang rendah. Tak hanya itu, menurutnya, mereka juga tertinggal dalam pemanfaatan teknologi di bidang pertanian.

“Berbeda dengan petani muda yang memiliki sebuah peluang kinerja yang lebih baik dan hasilnya lebih produktif dan efisien,” jelasnya.

Andy menambahkan regenerasi petani tidak hanya terkait siklus keluarga petani tapi juga pertanian secara luas. Dengan adanya regenerasi petani diharapkan konflik ketahanan pangan di masa depan dapat diantisipasi dan terselesaikan dengan baik.

Survei

Berdasarkan Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) Tahun 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), petani di Boyolali ada sekitar 193.603 orang.

Dari jumlah tersebut, petani yang berusia di bawah 25 tahun atau petani muda di Boyolali sebanyak 1.882 orang.

Kemudian yang berusia 25 – 34 adalah 14.834 orang, petani yang berusia 35 – 44 ada 36.669, usia 45 – 54 adalah 51.078, berusia 55 – 64 terdapat 48.161, dan petani yang berada di usia lebih dari 65 tahun sebanyak 40.979.

“Jumlah petani laki-laki sebanyak 146.059 orang dan petani perempuan sebanyak 47.544 orang. Sementara menurut kelompok umur lebih dari 72 persen petani berumur 45 tahun ke atas. Petani lansia pun tergolong cukup banyak yaitu sebanyak 40.979 orang [21 persen],” bunyi dalam abstraksi penjelasan SUTAS 2018 di laman BPS Boyolali seperti yang diakses Solopos.com, Rabu (11/1/2023).

Sementara itu, data dari Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali berbasis Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) yang diungkap ke publik pada Senin (9/1/2023), menyatakan di Boyolali terdapat 120.526 petani.

Kemudian, 12.939 orang di antaranya berusia 19 – 39 tahun atau petani milenial. Dengan data tersebut, berarti 1 dari 10 petani di Boyolali adalah milenial, sembilan sisanya berumur lebih dari 39 tahun.

Ketua Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Boyolali, Andy Setyo Wibowo, menyatakan regenerasi petani di Boyolali sangat rendah. Ia juga mengungkit data SUTAS 2018 BPS yang menyoroti jumlah petani muda yang sedikit.

“Petani kelompok umur lebih dari 72 persen petani berumur 45 tahun ke atas. Petani lansia pun banyak, ada 21 persen atau 40.979 orang. Artinya, pemuda Boyolali belum tertarik untuk bekerja di sektor pertanian dan memilih profesi lain,” ujarnya kepada Solopos.com, Selasa (10/1/2023).

Untuk melakukan regenerasi petani milenial di Boyolali, Pemuda Tani HKTI Boyolali memfasilitasi pasar pascapanen dengan membentuk koperasi.

“Selain itu, untuk menarik anak regenerasi petani, kami menyelenggarakan paket pelatihan pengolahan, pengemasan, marketing, dan kerja sama dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Ketenagakerjaan,” lanjutnya.

Tak hanya itu, Andy mengatakan Pemuda Tani HKTI mendorong untuk peningkatan produk unggulan komoditas di beberapa kecamatan di Boyolali. Kemudian juga mendorong gerakan kesadaran bersama untuk melakukan pelatihan teknologi hidroponik dan pupuk organik, serta memfasilitasi kerja sama lintas stakeholder.



“Dalam hal pembiayaan kami juga memfasilitasi akses perbankan sebagai permodalan. Kedepan kami akan menyediakan market place dan basis aplikasi sebagai project plan untuk memutus mata rantai pasar dengan begitu maka kesejahteraan petani akan terjamin,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya