Soloraya
Minggu, 10 Maret 2024 - 16:27 WIB

50% Siswa di Solo Pernah Alami Perundungan, Sekolah Diminta Maksimalkan TPPK

Dhima Wahyu Sejati  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi aksi perundungan remaja. (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti, menyebut hampir 50% siswa di Kota Bengawan pernah mengalami perundungan (bullying) baik secara verbal maupun fisik.

Untuk itu, ia mendorong agar sekolah memaksimalkan penanganan perundungan melalui Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang sudah terbentuk di tiap sekolah. Purwanti mengatakan perundungan menjadi salah satu kasus yang sering berulang di satuan pendidikan.

Advertisement

“Nah ini perannya manakala terjadi kekerasan itu harus proaktif, kalau terjadi penanganannya harus komprehensif, baik kepada pelaku ataupun korban,” kata dia ketika ditemui Solopos.com di SMPN 9 Solo, belum lama ini.

Selain itu ketika terjadi perundungan di lingkungan sekolah di Solo, dia mengatakan sekolah harus bisa memastikan korban tidak menjadi pelaku di kemudian hari. “Bagaimana caranya korban ini tidak menjadi pelaku, karena biasanya korban itu nantinya akan menjadi pelaku selanjutnya,” kata dia.

Caranya pencegahannya yakni dengan membangun kedekatan emosional baik kepada pelaku maupun korban. Menurutnya, tugas sekolah adalah menjadi sahabat bagi siswa. “Guru harus menjadi sahabat di sekolah, jangan sampai ditakuti. Disegani boleh tapi jangan sampai ditakuti,” kata dia.

Advertisement

Pada level pencegahan, dia mengatakan sekolah harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk siswa. Termasuk salah satunya dengan membuat aturan yang tidak menghukum siswa.

“Aturan di sekolah tidak bersifat hukuman tapi ada konsekuensi. Dalam pembelajaran pun tidak lagi memberlakukan sanksi tapi konsekuensi,” kata dia.

Menurutnya, dalam menyusun atau membuat peraturan harus melibatkan siswa secara aktif. “Anak-anak dilibatkan dalam implementasi maupun pengawasan dari peraturan itu. Jadi anak menjadi subjek sekaligus objek,” kata dia.

Advertisement

Selain itu, Purwanti menambahkan ada tiga pilar dalam pencegahan kasus perundungan atau kekerasan pada anak, yakni anak itu sendiri, sekolah, dan masyarakat.

“Jadi memang tiga pilar itu yang pertama anak, sekolah, dan masyarakat termasuk orang tua. Tiga pilar ini harus sinergi dalam mewujudkan sekolah yang aman, nyaman, dan hidup tanpa kekerasan,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif