SOLOPOS.COM - Pelaksanaan upacara mendhet tirta oleh umat Hindu setempat di Bukit Ketangga, Dlingo, Mojosongo, Boyolali, Minggu (18/3/2023). (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Upacara mendhet tirta atau mengambil air di Pancuran Ngedok atau Nyi Moersodho area Bukit Ketangga, Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, dihidupkan kembali oleh Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) setelah mati suri selama 60 tahun. Tradisi ini dihidupkan kembali mulai 2022 dan rencananya menjadi tradisi tahunan.

Penasihat PHDI Mojosongo, Sumastopo, mengungkapkan tradisi ini sempat ada sekitar 1960-an. Namun, terhenti lebih dari 60 tahun hingga digelar kembali pada 2022. Menurutnya,  upacara mendhet tirta sempat terhenti karena dianggap kuno, tidak penting, dan tidak ada gunanya. Ketika sumber mata air mati maka masyarakat, khususnya petani akan kebingungan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Dihidupkan kembali sebagai wujud memayu hayuning bawana, jadi memelihara apa yang ada di alam ini termasuk potensi-potensi yang dimiliki, termasuk sumber air ini,” jelasnya saat berbincang dengan Solopos.com di sela-sela acara, Sabtu (18/3/2023).

Upacara ini dimulai dengan kirab dari Pura Dharmasarati di Dukuh Layut, Desa Dlingo, menuju pancuran Ngedok yang berjarak sekitar satu kilometer dan menanjak. Puluhan umat Hindu berjalan sambil membawa sesaji berupa daksina yang berisi beras, telur, bawang merah, bawang putih, dan kebutuhan sehari-hari.

upacara mendhet tirta
Upacara mendhet tirta oleh umat Hindu setempat di Bukit Ketangga, Dlingo, Mojosongo, Boyolali, Minggu (18/3/2023). (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Ada pula jajanan pasar dan hasil bumi yang dibawa oleh puluhan umat Hindu yang mengikuti upacara Mendhet Tirta tersebut. “Sebelum mendhet tirta dihidupkan kembali, umat raya Hindu di sini ibadahnya seperti di Bali. Jadi Nyepi, sehari sebelumnya ada Tawur Agung di Prambanan dan mecaru atau murwa kala di luar Pura,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan upacara mendhet tirta dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi dengan cara mengambil air di Pancuran Ngedok. Upacara tersebut dimaksudkan untuk pembersihan diri, alam sekitar, tempat ibadah, dan di rumah masing-masing.

“Penamaannya bukan mendak tirta, tapi mendhet tirta karena mendak kan artinya menurunkan, sementara mendhet itu mengambil. Jadi sesuai dengan kenyataannya namanya mendhet tirta,” jelasnya.

Sementara itu, Panindita Pura Dharmasarati, Sutoyo, mengungkapkan mendhet tirta sebagai rangkaian proses dalam menempuh catur brata penyepian. Proses awalnya mendhet tirta, kemudian pada 21 Tawur Agung di Prambanan. Kemudian ada mecaru di pura masing-masing.

“Air suci pada mendhet tirta untuk umat manusia agar dalam melaksanakan catur brata penyepian selalu diberikan keheningan dan kemantapan dalam menjalankan catur brata penyepian,” jelasnya.

upacara mendhet tirta
Pelaksanaan upacara mendhet tirta oleh umat Hindu setempat di Bukit Ketangga, Dlingo, Mojosongo, Boyolali, Minggu (18/3/2023). (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Rangkaian Lengkap Mendhet Tirta

Ia menjelaskan rangkaian mendhet tirta di Dlingo dimulai dari ada persiapan sesaji dan puja mantra di Pura Dharmasarati. Kemudian, umat Hindu berjalan bersama. Pada barisan pertama terdapat orang yang memegang dupa, lalu pinandita, kemudian sesaji, dan umat menuju Pancuran Ngedok.

“Pancuran tersebut sakral karena airnya mengandung unsur belerang, zaman dahulu digunakan penyembuhan. Pada perjalanan enggak terpelihara, makanya kami umat Hindu memelihara alam agar tetap lestari dan bermanfaat,” jelasnya.

Kemudian saat berada di pancuran, akan ada prosesi seperti pemujaan dan mantra-mantra sebelum mengambil air. Kemudian bersembahyang bersama dan melaksanakan kirab kembali ke pura sambil mengiring air yang telah diambil.

Setelah kembali ke pura, dilakukan doa-doa lagi untuk menghaturkan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi. Air kemudian sebagian ditebar ke pura dan sebagian dibawa pulang umat Hindu.

“Harapan kami dalam perayaan Nyepi, bagi umat Hindu semoga dalam keseharian kami diberikan keselamatan dan ketentraman. Dan untuk masyarakat umum, itu juga diberi kedamaian, selalu rukun, dan selalu menjaga moderasi agama antarumat di Indonesia dalam naungan Pancasila,” kata dia.

Lebih lanjut, Sutoyo mengungkapkan ada sekitar 50-an penganut agama Hindu yang menjalani ibadah di Pura Dharmasarati.

Salah satu penganut agama Hindu yang mengikuti acara mendhet tirta, Sunardi, percaya jika air dalam ritual tersebut sebagai air suci tirta amerta. Sebagian air tersebut akan dipercikkan keliling rumah dan sebagian diminum.

“Dimaksudkan setelah mendapatkan air suci ini, umat Hindu dalam melaksanakan brata penyepian, nanti mendapatkan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga hidup menjadi tenang, damai, dan lepas dari gangguan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya