SOLOPOS.COM - Ilustrasi revitalisasi bangunan cagar budaya di Kota Lama, Semarang. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, WONOGIRI — Inventarisasi cagar budaya di Kabupaten Wonogiri memiliki tingkat persoalan yang kompleks. Dari 81 bangunan yang terdata dalam warisan cagar budaya, tak satu pun di antaranya resmi ditetapkan sebagai cagar budaya atau tersertifikasi.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Eko Sunarsono saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (1/4/2022). Persoalan belum adanya bangunan yang ditetapkan cagar budaya dinilai sangat beragam.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Sampai saat ini cagar budaya yang status tanahnya dimiliki Pemkab Wonogiri ada tiga. Masing-masing di Nglaroh, Tugu Pusaka, dan Kaliwerak. Selain itu masih belum jelas. Ada yang menjadi lahan tak bertuan, ada juga yang tanahnya dimiliki warga,” ujarnya.

Baca Juga: BENDA CAGAR BUDAYA : 81 Bangunan di Wonogiri Diusulkan Jadi BCB

Ia mencontohkan tanah di bangunan Masjid Tiban Wonokerso, Kecamatan Baturetno diketahui masih tak bertuan. Hingga sekarang, masih diurus status tanah di masjid tersebut agar dimiliki Pemkab Wonogiri.

“Meski belum ditetapkan sebagai cagar budaya, masjid itu sudah dirawat [dengan baik],” katanya.

Selain status kepemilikan tanah, lanjut Eko, permasalahan yang muncul di lapangan berupa sumber daya manusia (SDM) di Pemkab Wonogiri.

Baca Juga: Misteri Masjid Tiban Bakalan Wonogiri, Tiba-Tiba Muncul pada Pagi Hari

“Selama ini kami merawat, membersihkan dan mengecat. Itu pun hanya bisa dilakukan di tiga tempat. Sedangkan tim ahli cagar budaya kami belum bisa membentuknya karena butuh biaya banyak,” kata dia.

Lantaran mengalami kendala di bidang SDM, Pemkab Wonogiri sering kali harus mendatangkan ahli dari luar daerah. Konsekuensinya, biaya yang dikeluarkan tak sedikit.

“Kalau di kota lain mungkin tidak kesulitan, seperti di Solo. Mereka punya sumber data yang lengkap dan punya banyak universitas. Sedangkan di sini, hanya mengandalkan narasumber, orang-orang yang dituakan dan itu pun belum bisa dipastikan kebenarannya karena mungkin saja mempunyai kepentingan tertentu,” jelasnya.

Baca Juga: Beringin Gusti Nurul Mangkunegaran di Wonogiri Dinilai Bertuah, Kenapa?

Eko mengatakan biaya yang diperlukan membayar seorang ahli ditaksir mencapai Rp25 juta. Padahal jumlah yang dibutuhkan hingga tujuh ahli. Itu pun harus mencakup berbagai aspek, seperti sejarawan dan arkeologi. Di sisi lain, biaya perawatan yang diperlukan untuk mengurus tiga cagar budaya yang dimiliki Pemkab Wonogiri di tahun 2022 senilai kurang lebih Rp15 juta.

“Itu untuk semuanya dan kami lihat berdasar tingkat kerusakannya,” imbuh dia.

Kendala biaya yang dialami juga termasuk pada penetapan cagar budaya. Nilainya ditaksir mencapai Rp50 juta.

Baca Juga: Pasar Desa di Wonogiri Ini Lebih Populer dari Pasar Kecamatan Hlo…

“Biaya penetapan itu belum dihitung bersama konsekuensi perawatan, biaya penelitian seperti mengkaji sumber data dan saat diteliti bendanya di laboratorium,” kata dia.

Masih Banyak Lagi

Inventarisasi cagar budaya yang dilakukan Pemkab Wonogiri terakhir kali berlangsung 2013. Hasilnya, 81 calon cagar budaya telah terdata. Di luar itu, jumlah cagar budaya masih bisa banyak lagi.

“Ketentuan cagar budaya harus di atas 50 tahun [dilihat dari umur bangunan]. Jumlahnya kemungkinan besar lebih banyak. Tapi kami lebih memperhitungkan aspek-aspek tertentu, pertama soal historisnya, perannya dulu apa, termasuk langka atau tidak, dan dari sisi arsitektur cagar budaya ini mewakili zaman kapan. Perhitungannya seperti itu,” katanya.

Baca Juga: Pasar Jadul Pindah ke Jalan Lingkar Waduk Pidekso Wonogiri

Berdasarkan ketentuan itu. lanjut Eko, bangunan yang berusia 50 tahun bisa saja tak ditetapkan sebagai cagar budaya. Aspek lain dalam perhitungan cagar budaya, yakni mencakup aspek historis. Sayangnya, aspek ini memiliki persoalan tersendiri karena datanya sulit dilacak.

“Cerita yang sekarang berkembang di bangunan cagar budaya di Wonogiri itu mitosnya. Misalnya, karena di sini populernya Pangeran Sambernyawa, maka cerita itu yang keluar tapi satu pun sumber data untuk membenarkan cerita itu enggak ada. Seperti sejarah di kampung wayang di Desa Kepuhsari, Kecamatan Manyaran [kesulitan melacak sehingga beberapa kisah sejarahnya menjadi karangan belaka],” ucap Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya