Soloraya
Selasa, 5 Juni 2012 - 22:34 WIB

90% Lahan Pertanian Baki Pandean Bakal Bera

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (Espos/Oriza Vilosa/dok)

ilustrasi (Espos/Oriza Vilosa/dok)

SUKOHARJO--Sekitar 90% lahan pertanian di Desa Pandean Kecamatan Baki diperkirakan bakal bera atau tidak ditanami pada musim kemarau mendatang.

Advertisement

Ketua Gabungan kelompok tani (Gapoktan) Baki Pandean, Suyamto, Selasa (5/6/2012), menjelaskan lahan pertanian di wilayah Baki Pandean termasuk lahan tadah hujan. Saat musim kemarau, biasanya petani menanam palawija. Namun, karena biaya produksi yang tak sebanding dengan hasil penjualan, mayoritas petani di daerah tersebut memilih tak menanami lahan pertaniannya.

“Sekarang apa-apa mahal, subsidi semakin dikurangi. Padahal, kalau tetap menanam harga jualnya enggak sesuai,” ungkapnya saat ditemui Solopos.com, Selasa, di rumahnya.

Salah satu penyebab mahalnya biaya produksi, kata Suyamto, karena petani harus mengusahakan pengadaan air dengan mesin pompa. Sementara, biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan mesin pompa air cukup mahal. Biaya produksi lainnya seperti pupuk dan benih tanaman menurutnya juga tinggi.

Advertisement

Suyamto menuding banyaknya pembangunan perumahan di sekitar Baki ikut mempengaruhi minimnya persediaan air di Baki. Sejumlah embung yang biasanya digunakan untuk tempat persediaan air, banyak yang kering.

Akibatnya, saat musim kemarau, menurut Suyamto, banyak petani yang beralih profesi menjadi pengrajin batu-bata atau pekerja bangunan. Sementara, lahan sawahnya dibiarkan kering atau tanahnya dijual sebagai bahan baku pembuatan bata. Per 2000 meter per segi dihargai Rp3 juta. “Lumayan, mereka enggak  bekerja tapi bisa mendapat uang,” ujarnya.

Namun, Suyamto, menilai pengerukan tanah untuk bahan pembuatan batu bata tak baik untuk kesuburan tanah. Menurutnya petani bakal kesulitan memulihkan keadaan tanah apabila terjadi pengerukan tanah secara berlebihan.

Advertisement

Petani sekaligus pengrajin batu bata di Kecamatan Baki, Yamti, 43, mengatakan setiap musim kemarau ia biasa menjual tanah di lahan pertaniannya untuk bahan pembuatan batu bata. Namun tak semua lahan pertanian miliknya layak untuk dijadikan bahan pembuatan batu bata. “Hanya tanah yang lembut saja yang saya jual. Harganya lumayan, data Rp3 juta,” ujarnya saat ditemui Solopos.com, Selasa, di depan rumahnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif