Soloraya
Senin, 19 Desember 2022 - 16:15 WIB

Ada Peninggalan Purbakala Lingga Yoni dan Arca Tanpa Kepala di Sambi Sragen

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi lingga dan yoni masih terpelihara dengan baik meskipun cerat yoninya patah di punden Eyang Candra Suta yang terletak di Dukuh Gunungrejo, Desa Sambi, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Senin (19/12/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Sambi merupakan salah satu desa di Kecamatan Sambirejo, Sragen, yang menyimpan benda peninggalan purbakala. Salah satu peninggalan purbakala itu masih dilestarikan warga Dukuh Gunungrejo, Desa Sambi.

Sebuah batu yoni lengkap dengan lingganya, tiga lingga lainnya, dan sebuah arca tanpa kepala terpelihara dengan baik di punden Eyang Candra Suta. Kompleks punden Eyang Candra Suta ini berada di tanah oro-oro yang ditumbuhi pohon kesambi atau dikenal juga dengan nama pohon sambi.

Advertisement

Itu menjadi satu-satunya pohon Sambi yang usianya sudah ratusan tahun. Konon, dari situ pula nama Desa Sambi berasal.

Di kompleks punden itu terdapat makam yang panjangnya mencapai sampai 3 meter dan leber 2 meter. Di ujung selatan makam itu terdapat arca kecil tanpa kepala setinggai 30 cm. Arca itu memiliki dua tangan. Tangan kanan memegang tombak trisula dan tangan kiri memegang kendi. Arca yang terbuat dari batu andesit hitam itu diduga merupakan Agastya.

Advertisement

Di kompleks punden itu terdapat makam yang panjangnya mencapai sampai 3 meter dan leber 2 meter. Di ujung selatan makam itu terdapat arca kecil tanpa kepala setinggai 30 cm. Arca itu memiliki dua tangan. Tangan kanan memegang tombak trisula dan tangan kiri memegang kendi. Arca yang terbuat dari batu andesit hitam itu diduga merupakan Agastya.

Sementara di utara makam itu terdapat yoni berbentuk kubus dengan sisi-sisi panjangnya 40 cm dan bagian tengahnya berlubang persegi dan ditempa lingga yang bagian ujungnya agak bulat. Yoni itu hanya batu kubus tanpa hiasan, tidak seperti yoni pada umumnya yang memiliki ornamen khusus. Cerat yoninya sudah patah. Di lokasi itu juga ada tiga lingga dari batu. Warga setempat menyebutnya sebagai batu alu.

Baca Juga: Berawal dari Karangpelem, Kini 20 Desa di Sragen Dinobatkan Jadi Desa Cantik

Advertisement

“Sejak zaman simbah-simbah dulu ya sudah seperti ini. Batu lumpang itu [yoni] sejak saya masih kecil ya seperti itu. Setahu saya ya hanya satu. Arcanyanya sejak saya kecil ya di lokasi itu karena tidak ada yang berani memindahkan. Sejak saya kecil ya memang sudah tidak ada kepalanya,” ujar Narto saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (19/12/2022),.

Orang Sakit Jiwa Pukul Arca

Menurut cerita, sambungnya, kepala arca yang hilang itu ada di Jambeyan. Selain arca itu, juga ada arca lembu atau arca nandi di sebelah arca yang tanpa kepala (arca Agastya) itu. Dulu, ada orang sakit jiwa memukuli arca sapi itu hingga batunya pecah semua. Sekarang batu pecahannya sudah tidak ada.

Narto tidak tahu peninggalangan zaman dulu itu ada hubungannya dengan kerajaan tertentu atau tidak. Terkait dengan pohon Sambi yang masih berdiri kokoh meski umurnya sudah ratusan tahun, Narto mengatakan sejak ia kecil hingga sekarang ukuran pohon itu tak berubah.

Advertisement
Kades Sambi Kresna Widya Permana berdialog dengan warga setempat di punden Eyang Candra Suta yang terletak di Dukuh Gunungrejo, Desa Sambi, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Senin (19/12/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Baca Juga: Tercepat Lunasi PBB, 3 Desa di Sragen Diganjar Duit Rp300 Juta

“Mungkin pohon sambi ini yang menjadi cikal bakalnya Desa Sambi. Selain pohon sambi ada pohon kukun dan mloko. Batu yoni itu pernah didorong ke sawah tahu-tahu sudah kembali di lokasi awalnya. Tempat ini dikenal orang sebagai tempat panyuwunan. Banyak orang dari Sine, Ngawi, Jogorogo, Mantingan, yang datang ke tempat ini untuk panyuwunan,” jelasnya.

Sementara di sekeliling makam Eyang Candra Suta ada pagar setinggi 50 cm. Pagar itu dibuat warga pada 8 Juli 1982. Sampai sekarang pagar itu masih berdiri kokoh. Di sekitar makam yang berada di puncak bukit itu terdapat batu bata besar seperti batu bata pada era Majapahit.

Advertisement

“Dulu, di bagian bawah sebelah timur laut ada sumber air yang tidak pernah mengering. Tetapi sekarang sumber airnya sudah tertutup tanah. Orang mau membuat sumur di dekat lokasi itu tidak dibolehkan,” papar Narto.

Kepala Desa Sambi, Kresna Widya Permana, mengaku baru tahu bila lokasi punden itu berada di tanah oro-oro. Kresna berencana mengajukan tanah itu untuk menjadi aset desa. “Untuk pengembangan lokasi itu, kami akan berkomunikasi dengan para tokoh di Sambi. Kami akan meminta masukan dari masyarakat untuk pengembangan lebih lanjut. Yang jelas lokasi itu masih digunakan untuk sadranan pada saat-saat tertentu,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif