Setetes air di gurun pasir. Melegakan. Gambaran itu yang bisa terbaca saat gemericik air hujan turun membasahi tanah Kota Gaplek, Wonogiri, Senin (8/10). Tetesan air hujan tersebut kemarin cukup merepotkan warga, khususnya yang mengendarai motor dan pejalan kaki.
Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah
Hujan seperti di Kota Wonogiri ini sangat didambakan bagi masyarakat Wonogiri yang menjadi langganan kekeringan. Seperti disampaikan Tri Raharjo, warga Pracimantoro, Senin. “Sebagian warga juga sudah ikhtiar dengan melaksanakan Salat Istisqa namun sampai hari ini belum hujan. Mendung sudah sering tetapi belum jadi hujan.”
Menurutnya, air di wilayahnya tetap mahal dan warga berharap hujan segera turun agar kehidupan kembali menggeliat. “Petani tak berani berbuat apa-apa. Mau menaburkan benih untuk mapak (menjemput) hujan tak berani karena cuaca tak bisa diprediksi. Tapi sepekan lalu pernah hujan namun hanya cukup untuk menghilangkan debu.”
Dia merasakan kehidupan semakin berat dengan tak adanya ketersediaan air. “Mau mencuci meski mengangsu ke sumur tetangga berjarak 50 meter. Debit air di sumur sendiri sudah berkurang jauh.”
Hal sama disampaikan warga Baturetno, Joko Widodo. Dia mengaku hingga kini air hujan belum turun. “Di Baturetno baru musim debu Mas,” ujarnya berkelakar.
Berdasar pemantauan Espos, hujan sudah turun sejak Sabtu (6/10). Saat itu air hujan sudah membasahi tanah di Kecamatan Selogiri hingga ke utara. Sehari kemudian hujan juga kembali turun dan membasahi tanah di Kecamatan Selogiri dan Wonogiri. Hujan yang terjadi Senin, berlangsung dari pukul 14.26 WIB hingga pukul 15.08 WIB.
Menurut Sutarno dan Budi, hujan tersebut cukup melegakan karena udara menjadi sejuk dan tak lagi sumuk. Ketua Gapoktan Desa Jaten, Joko Sutopo menilai hujan belum berpengaruh pada tanaman padi. “Debit air hujan belum signifikan, kecuali curah hujan sampai berjam-jam akan menguntungkan petani dan tak akan demo lagi.”