Soloraya
Kamis, 13 Juni 2013 - 08:26 WIB

Air Limbah untuk Mengairi Sawah...

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani menunjukan endapan limbah penggilingan tebu dari Pabrik Gula (PG) Tasikmadu di parit saluran irigasi di Dusun Buran Kulon, Desa Buran, Tasikmadu, Karanganyar, Rabu (12/6/2013). (Tri Indriawati/JIBI/SOLOPOS)


Seorang petani menunjukan endapan limbah penggilingan tebu dari Pabrik Gula (PG) Tasikmadu di parit saluran irigasi di Dusun Buran Kulon, Desa Buran, Tasikmadu, Karanganyar, Rabu (12/6/2013). (Tri Indriawati/JIBI/SOLOPOS)

Kala musim giling tiba, aroma khas gula tercium di sekililing Desa Buran, Tasikmadu, Karanganyar. Aroma itu tersebar mengiringi aliran limbah pengolahan tebu yang memenuhi parit dan saluran irigasi di sekeliling desa.

Advertisement

Siapa sangka, aliran limbah berwarna hitam pekat yang disertai abu bekas kayu pembakaran itu menjadi tumpuan bagi petani. Selama bertahun-tahun, mereka mengandalkan limbah penggilingan tebu dari Pabrik Gula (PG) Tasikmadu untuk mengairi sawah saat musim kemarau tiba.

Tidak ada pilihan lain, setidaknya alasan itulah yang membuat petani menggunakan air limbah untuk pengairan sawah. Pasalnya, mayoritas petani di kawasan itu menggunakan sistem pertanian tadah hujan. Hanya sebagian kecil petani yang telah memiliki sumur artesis untuk mengairi sawah mereka sebagai antisipasi saat kemarau panjang melanda.

Hla mau bagaimana lagi? Kalau kemarau adanya ya cuma air limbah itu, mau enggak mau ya pakai itu.”

Advertisement

Hal itu diungkapkan seorang petani asal Dusun Buran Kulon, Tasikmadu, Ngadimin, saat dijumpai Solopos.com di rumahnya, Rabu (12/6/2013).

Menurut Ngadimin, air limbah yang terkadang terasa hangat itu tidak berbahaya bagi tanaman padi di sawahnya. Abu bekas kayu bakar yang mengendap di pinggir parit justru dipercaya membawa kesuburan bagi tanaman. Selama ini, petani juga belum pernah mendapati tanaman padinya rusak akibat air limbah.

“Kalau PG sedang giling, airnya memang hangat seperti air yang direbus. Tapi, asalkan airnya enggak panas sekali enggak akan merusak padi, kalau memang merusak pasti kami akan protes,” terangnya.

Advertisement

Seorang petani lainnya, Ngadiyanto, mengatakan limbah PG Tasikmadu tidak hanya menjadi tumpuan pengairan petani di desanya. Aliran limbah itu digilir untuk mengairi persawahan di Desa Brujul, Pandeyan, Karangmojo, Kaling, Ngijo, Nangsri hingga Macanan.  “Kalau enggak ada hujan, airnya digilir ke desa-desa lain juga. Ada P3A [Perkumpulan Petani Pengguna Air] yang mengatur gilirannya,” imbuh dia.

Ngadiyanto mengatakan musim giling tebu PG Tasikmadu biasanya dimulai pada pertengahan tahun dan berlangsung selama empat hingga lima bulan. Musim giling biasanya berlangsung selama musim kemarau, sehingga air limbah menjadi berkah bagi petani yang dilanda kekeringan.

“Kami memang enggak ikut merasakan gulanya, tapi sudah cukup senang kalau musim giling tiba. Air limbahnya sangat menolong kami untuk mengairi sawah,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif