SOLOPOS.COM - ANGKAT MEJA—Seorang warga Dukuh Tambak, Desa Sribit, Sidoharjo mengangkut meja dengan menggunakan sepeda <i>onthel</i><i> melintasi genangan air luapan Bengawan Solo di jalan pernghubung Sribit-Jambanan, Selasa (3/1).</i>

ANGKAT MEJA—Seorang warga Dukuh Tambak, Desa Sribit, Sidoharjo, Sragen, mengangkut meja dengan menggunakan sepeda melintasi genangan air luapan Bengawan Solo di jalan penghubung Sribit-Jambanan, Selasa (3/1/2012). (JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu)

SRAGEN – Puluhan pengungsi warga lanjut usia dan anak-anak masih bertahan di Balaidesa Jambanan, Sidoharjo, Sragen hingga Selasa (3/1/2012) siang. Mereka tidak berani pulang lantaran rumah merekah masih terendam air luapan Bengawan Solo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Jumlah pengungsi di Pos Komando (Posko) Desa Jambanan sejak Senin (2/1/2012) hingga hari ini mencapai 664 orang. Jumlah pengungsi tersebut dinamis karena sebagian besar saudara dari luar desa menjemput ke lokasi yang lebih nyaman.

Seorang warga Tambak RT 13, Desa Sribit, Suyatmi, 40, saat dijumpai Espos mengungkapkan banyak warga di pengungsian ini yang ingin pulang, namun dari pihak petugas Posko belum mengizinkan karena ketinggian air masih sekitar 70 cm. Yang bertahan di pengungsian ini, kata dia, didominasi para perempuan dan anak-anak karena kaum laki-laki kembali ke rumah masing-masing untuk melihat kondisi air dan mencari rumput untuk makanan ternak.

“Kami sebenarnya ingin pulang. Meskipun kondisi rumah berantakan, kami lebih nyaman tinggal di rumah sendiri daripada tinggal di pengungsian. Kebutuhan makan, minum dan MCK di pengungsian memadai. Hanya banyak nyamuknya, apalagi tadi malam,” ujar Suyatmi yang tinggal di pengungsian sejak Senin.

Puluhan perempuan di Balaidesa Jambanan itu berasal dari Dukuh Tambak, Newung dan Sembukan, Desa Sribit. Ada pula yang berasal dari Desa Tenggak yang bersebelahan dengan Sribit. “Tadi malam, banyak yang tidur di tempat ini. Kami berharap air segera surut dan tidak ada hujan lagi. Ketinggian air di rumah saya masih di atas 50 cm,” tambahnya.

Pengungsi lainnya, Payem, 45, mengungkapkan sejumlah anak-anak terpaksa tidak masuk sekolah sejak Senin karena tidak bisa lewat jalan ke sekolah. Bahkan dua sekolah dasar, yakni SDN 1 Sribit dan SDN 2 Sribit juga tergenang air. Untuk sementara, lanjut dia, anak-anak itu tetap tinggal di pengungsian, termasuk anaknya juga tinggal di pengungsian.

“Agar banjir tidak datang lagi, kami meminta kepada pemerintah agar membuatkan tanggul di bantaran Bengawan Solo. Kalau Bengawan Solo tidak ditanggul, kami khawatir banjir bakal terus datang setiap tahun,” ujarnya.

Sejumlah petugas medis dari Puskesmas Sidoharjo dan sejumlah perangkat desa masih sibuk melayani warga di pengungsian. Camat Sidoharjo, Jaka Sriyana, mengungkapkan jumlah pengungsi di balaidesa ini berkurang banyak. Semula jumlah pengungsi di balaidesa ini, kata dia, mencapai 664 orang yang berasal dari Pandak, Tenggak dan Sribit. Data terakhir per Selasa, ungkap dia, jumlah rumah yang terendam mencapai 1.502 rumah yang menyebar di delapan desa di Kecamatan Sidoharjo.

JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya