SOLOPOS.COM - Kaesang Pangarep (dua kanan) memimpin rapat perdana usai ditunjuk sebagai Ketua Umum PSI di Kantor DPP PSI, Jakarta, Selasa (26/9/2023). (ANTARA/Fauzi Lamboka)

Solopos.com, SOLO–Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Slamet Riyadi atau Unisri Solo, Purbayakti Kusuma Wijayanto, mengatakan pengangkatan Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia menunjukkan adanya standar yang tidak dipenuhi oleh pihak PSI sendiri.

“Kaesang Pangarep itu sebenarnya hanyalah kader biasa, tetapi dua hari menjadi kader malah langsung menjadi Ketua Umum (Ketum) PSI. Sebagai pengamat administrasi publik, yang saya pikirkan kali pertama tentunya prinsip kesesuaian dengan pengaturan,” ujar Purbayakti saat dihubungi Solopos.com, Senin (2/10/2023).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Purbayakti juga menjelaskan pengaturan tentang partai poiltik ada di UU No. 2/2008. Namun, walaupun negara mengatur, negara juga memberikan kedaulatan penuh terhadap partai terkait urusan internalnya.

Kedaulatan ini berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

AD/ART PSI Pasal 13 mengatur adanya empat jenjang kader, yaitu kader tunas, kader dasar, kader madya, dan kader paripurna. Berdasarkan aturan ini, Kaesang yang baru resmi menjadi kader partai pada Sabtu (23/9/2023) lalu seharusnya masuk dalam kategori kader tunas, karena sudah menjadi anggota, tetapi sepertinya belum mengikuti kegiatan pelatihan pengkaderan.

Selanjutnya, menurut Purbayakti, melihat AD PSI Pasal 19 mengatur bahwa Dewan Pimpinan Pusat dipimpin oleh seorang ketua umum dan sekretaris jenderal. Dalam ART PSI Pasal 18, diatur jika syarat keanggotan Dewan Pimpinan Pusat adalah kader paripurna, yaitu anggota yang sudah mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh pimpinan pusat.

Melihat kondisi ini, Purbayakti berpendapat saat Kaesang dilantik menjadi ketum sudah terjadi ketidaktaatan AD/ART PSI.

Hal tersebut dapat berakibat ketentuan dalam AR/ART yang menetapkan bahwa semua anggota harus taat pada AD/ART menjadi mentah. Bahkan pelanggaran terhadap AD/ART dapat diberhentikan status keanggotaannya, seperti yang tertuang dalam AD Pasal 11 poin 4.

Kondisi lainnya adalah ketentuan dalam UU No. 2/2008 yang menetapkan kedaulatan partai politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART juga menjadi mentah.

Namun, Kaesang dapat sah menjadi Ketum jika keputusan pengangkatan ini berasal dari Dewan Pembina PSI.

Purbayakti menjelaskan jika Dewan Pembina adalah pengambil keputusan tertinggi PSI, sehingga memiliki kewenangan memutuskan, menyetujui, bahkan membatalkan seluruh kebijakan partai di semua jenjang struktur partai sesuai AD Pasal 16 ayat 7.

Keputusan Dewan Pembina juga bersifat final dalam internal partai, selain itu Dewan Pembina juga mempunyai wewenang mengesahkan dan memberhentikan Dewan Pimpinan Pusat.

Namun, Purbayakti mengingatkan kembali perlu diperjelas bagaimana pengaturan tentang eksistensi Dewan Pembina terhadap AD/ART.

“Apakah Dewan Pembina juga harus 100% taat pada AD/ART,  Ataukah masih ada celah bagi Dewan Pembina untuk membuat keputusan dan kebijakan di luar AD/ART, Itu perlu dijawab,” papar Purbayakti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya