SOLOPOS.COM - Ilustrasi KDRT. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di salah satu SD di Kabupaten Wonogiri, AF, sudah melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan penyekapan yang dialaminya ke polisi.

Namun, kasus itu belum dapat diproses kepolisian lantaran belum ada bukti kuat yang menunjukkan guru tersebut mengalami kekerasan oleh suaminya, FAN. Guru tersebut kemudian diperiksa kejiwaannya untuk mengetahui dampak psikis atas KDRT dan penyekapan yang dialami.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB P3A) Wonogiri, Indah Kuswati, mengatakan korban sudah melaporkan kejadian KDRT tersebut kepada Polsek Giritontro.

Namun Polsek Giritontro, Wonogiri, belum bisa memproses lebih jauh laporan tersebut karena guru tersebut tidak memberikan bukti kuat bahwa ia telah mengalami KDRT. Menurut Indah, polisi tidak menemukan bukti bekas kekerasan fisik yang didapat korban dari suaminya.

Bukti-bukti itu bisa jadi sudah hilang karena pelaporan korban ke polisi baru dilakukan pada akhir Maret 2023. Sementara kejadian pemukulan berlangsung pada akhir Januari 2023.

Setelah kejadian pemukulan di rumah mertua korban di Kecamatan Giritontro, korban dibawa ke rumah mertua pelaku di Pacitan. Jawa Timur. Di rumah itu korban disekap di dalam kamar selama 15 hari. Dalam penyekapan itu, korban mengalami tekanan psikologis.

“Hasil koordinasi dengan Polsek dan unit PPA [Satreskrim] Polres Wonogiri pekan kemarin, pelaporan KDRT itu harus dilampiri bukti dari ahli jiwa dari rumah sakit yang menyatakan korban mengalami dampak psikis dari kejadian tersebut,” kata Indah saat dihubungi Solopos.com, Rabu (12/4/2023).

Pemeriksaan Kejiwaan untuk Mendukung Laporan ke Polisi

Pada Senin (3/4/2023), Indah bersama pemerintah desa setempat, kecamatan, kepolisian, dan warga, telah mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) pemukulan di Giritontro. Dari sejumlah keterangan warga sekitar, diketahui aksi KDRT terhadap guru PPPK di Wonogiri itu terjadi pada 30 Januari 2023.

Kemudian agar aduan korban kepada kepolisian dapat diproses, pada Kamis (6/4/2023) korban dirujuk ke RSUD Wonogiri untuk menjalani pemeriksaan kejiwaan guna mendukung laporan soal aksi KDRT tersebut.

Hasil pemeriksaan baru keluar pada pekan ketiga Maret 2023. Setelah hasil pemeriksaan keluar, Indah membantu korban melaporkan kejadian itu ke kepolisian. Dia menjelaskan korban tidak segera melaporkan kejadian tersebut ke polisi lantaran masih mempertimbangkan bahwa pelakunya merupakan suami sendiri.

Di sisi lain, masih ada stigma negatif di masyarakat kepada korban KDRT. Perempuan korban KDRT masih dianggap tidak bisa mengatasi masalah rumah tangga. Bahkan tidak jarang justru menjadi pihak yang disalahkan.

“Karena sistem patriarki di masyarakat kita masih tinggi,” kata dia. Menurut Indah, hal itu pula yang menyebabkan perempuan kerap menjadi korban KDRT seperti yang dialami guru di Wonogiri.

Ada relasi kuasa antara suami dan istri. Suami sebagai laki-laki menganggap dirinya lebih berkuasa dibandingkan istri sebagai perempuan.

“Korban baru melapor polisi setelah dipanggil BKD [Badan Kepegawain Daerah] Wonogiri. Di sana dia dimintai keterangan alasan tidak berangkat kerja sebagai guru PPPK selama 21 hari berturut-turut,” ujar dia.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Wonogiri, Djoko Purwidyatmo, menyatakan sebagai badan kepegawaian, ia melihat kasus ini menurut kacamata kepegawaian. AF sudah tidak masuk kerja atau mengajar selama 21 hari berturut-turut pada Januari 2023.

Tanggapan BKD

Berdasarkan aturan kepegawaian, aparatur sipil negara (ASN) yang tidak masuk kerja lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa kejelasan, sanksi terberat adalah pemberhentian dari pangkat dan jabatan.

Tetapi, lanjut Djoko, dalam kasus ini, BKD Wonogiri tidak serta merta langsung memberhentikan yang bersangkutan. AF sudah menghadap Djoko dan sudah menceritakan kejadian tersebut. AF mengaku tidak masuk kerja karena disekap suami.

BKD Wonogiri selanjutnya akan menunggu bukti-bukti yang menguatkan bahwa guru korban KDRT itu disekap. Dia akan menunggu kasus itu ditangani polisi. Hasil pemeriksaan polisi kelak akan digunakan sebagai pertimbangan BKD Wonogiri dalam menentukan nasib AF apakah akan dipecat atau tidak.

“Dia datang dengan menceritakan semua dan memohon untuk tidak diberhentikan. Tapi kan kami perlu bukti bahwa benar dia menjadi korban KDRT hingga disekap beberapa hari. Bukan kami tidak memihak kepada korban. Tapi kalau tidak ada bukti, kami sulit juga untuk menentukan langkah,” jelas Djoko.

Sementata itu, Kepala Satreskrim Polres Wonogiri, AKP Supardi, hingga berita ini ditulis belum memberikan respons ketika dihubungi Solopos.com pada Rabu siang.

Begitu juga dengan Kapolsek Giritontro, AKP Aman Margono, yang tidak menjawab panggilan telepon saat dihubungi Solopos.com, Rabu. Pesan yang Solopos.com kirim juga hanya dibaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya