SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Boyolali (Espos)–Meningkatnya status Gunung Merapi dari normal ke waspada itu lebih didominasi pada aktivitas kegempaan, baik vulkanik dalam maupun dangkal.

“Lebih dominan pada vulkanik dalam dan dangkal,” ujar Staf Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Dewi Sri kepada wartawan seusai sosialisasi di Desa Tlogolele, Selo, Sabtu (16/10).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Dewi menjelaskan dari data BPPTK, hingga Jumat (15/10), guguran tercatat sebanyak 30 kali, gempa fase banyak 246 kali, gempa vulkanik dalam enam kali dan gempa vulkanik dangkal sebanyak 24 kali. Sedang, guguran, jelas Dewi, mengalami peningkatan sedikit demi sedikit.

Guguran itu, menurut Dewi, juga merupakan material lama yang terdorong karena adanya peningkatan aktivitas. Namun, hingga kini, pihak BPPTK belum mengetahui arah guguran dan jarak luncur. Hal itu dikarenakan Merapi sering tertutup kabut.
“Jarak (luncuran) belum bisa kami tentukan, karena sering tertutup kabut. Tetapi dari peralatan seismograf, ada yang mencapai 1,5 kilometer dan hingga mencapai empat kilometer,” tandas Dewi.

Dewi menambahkan hingga saat ini juga belum ada tanda-tanda munculnya kubah baru di puncak Merapi. “Masih terlalu dini untuk prediksi arah letusan Merapi,” tandas dia.

Diakuinya, Gunung Merapi memiliki karakteristik tersendiri setiap terjadi letusan. Menurut Dewi, setiap letusan bisa diketahui gejala awalnya baik visual maupun instrumental seperti deformasi, geokimia maupun seismisitasnya. Namun, jelas Dewi, gejala awal letusan Merapi itu tidak sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya