SOLOPOS.COM - Bakul cilok keliling di dekat SMAN 1 Wedi Klaten kompak mengenakan seragam batik, Kamis (19/1/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Penjual jajanan keliling yang biasa mangkal di dekat pintu gerbang SMAN 1 Wedi, Desa Pasung, Kecamatan Wedi, Klaten, memiliki cara yang unik menjalin keakraban.

Tak saling bersaing untuk mendapatkan pelanggan, para penjual cilok itu malah kompak berseragam saban hari saat berjualan. Seragam yang mereka kenakan yakni kemeja batik.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Bahkan mereka memiliki lima setel seragam. Saat jam istirahat tiba, mereka berdatangan ke depan pintu gerbang sekolah yang tertutup menanti siswa yang jajan. Seragam membuat mereka tampil rapi.

Penjual itu berjumlah lima orang. Mereka masing-masing memiliki nama panggilan Pak Petruk, Pak Min, Woyo-woyo, Arifin, dan Tawar. Saat ditemui di SMAN 1 Wedi, Klaten, tiga dari lima penjual itu kompak mengenakan kemeja batik berwarna biru.

Sementara, dua orang lainnya tak datang siang itu. Mereka sama-sama berjualan cilok. Lapak jualan menggunakan sepeda motor yang mereka parkir saling berdekatan.

“Tidak ada saingan. Di sini itu rukun seperti saudara sendiri dan kompak,” kata salah satu penjual bernama Tawar yang diamini penjual lainnya saat ditemui Solopos.com di tempat jualannya, Kamis (19/1/2023).

Penjual cilok lainnya, Petruk, mengatakan inisiatif berseragam itu sudah ada sejak setahun lalu. Berseragam saat berjualan merupakan inisiatif mereka sendiri. “Berseragam biar keren. Selain itu biar semakin akrab,” kata Petruk yang memiliki nama asli Sagiman, 64, asal Desa Trotok, Kecamatan Wedi.

Petruk menuturkan dia dan empat temannya sesama penjual cilok memiliki lima setel seragam batik untuk berjualan di SMAN 1 Wedi, Klaten. Mereka pun memiliki jadwal dari masing-masing kemeja batik yang dikenakan.

Beda Hari Beda Seragam

Batik warna merah untuk hari Senin, hijau untuk hari Selasa, cokelat untuk hari Rabu, biru untuk hari Kamis, dan warna kuning untuk Jumat. Sementara Sabtu mengenakan baju putih.

Sagiman menjelaskan dia dan keempat temannya tidak tergabung dalam paguyuban. Keakraban mereka terjalin lantaran merasa sama-sama mencari rezeki dari jualan yang sama. Ketika saling bertemu, mereka berbagi pengalaman dan bercanda.

Jalan depan SMAN 1 Wedi menjadi titik kumpul mereka saat siswa sekolah itu memasuki jam istirahat. Sebelum dan setelah jam istirahat, mereka berpencar menjajakan barang dagangan mereka keliling kampung atau mendatangi sekolah lain.

Di sisi lain, Sagiman menjadi penjual jajanan keliling yang memiliki banyak pengalaman di SMAN 1 Wedi, Klaten. Dia sudah 35 tahun menjadi pedagang keliling dari semula merantau ke Jakarta berjualan es potong dan pulang kampung berjualan cilok.

Dari jualan itu, Sagiman bisa menghidupi istri dan kelima anaknya meski pendapatan tak menentu. Tiga dari lima anak Sagiman kini menjadi tentara, dua orang menjadi anggota TNI Angkatan Darat dan satu orang menjadi anggota TNI Angkatan Udara. “Dua anak lainnya sekarang kerja [menjadi karyawan] toko,” kata Sagiman.

Keakraban pedagang keliling yang biasa mangkal di dekat SMAN 1 Wedi itu menarik perhatian Camat Wedi, Rizqan Iryawan. Rizqan berencana membuatkan seragam batik untuk pedagang keliling tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya