SOLOPOS.COM - Puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen membentangkan spanduk berukuran jumbo dan berfoto bersama dalam aksi damai mengenang peristiwa madelari 14 tahun lalu sebagai aksi perjuangan kesejahteraan, Minggu (8/1/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen menggelar aksi untuk mengenang peristiwa perjuangan Praja Sragen 14 tahun yang lalu di depan kompleks Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Minggu (8/1/2023).

Mereka mengingat peristiwa aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan Praja saat memperjuangkan kesejahteraan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Mereka membentangkan spanduk berukuran jumbo dengan tulisan Mengenang Sejarah Madelari Praja Sragen.

Istilah madelari merupakan akronim dari masa suram delapan Januari. Ada juga tulisan Kesejahteraan tidak datang dari langit, semua harus diperjuangkan. Praja siap menyongsong perubahan.

Ketua Praja Sragen, Sumanto, ikut serta dalam aksi damai yang berlangsung singkat seusai car free day (CFD) tersebut. Sumanto dan rekan perangkat desa lainnya ingat 14 tahun yang lalu, tepatnya 8 Januari 2009 silam, perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen mengadakan aksi demonstrasi besar-besaran untuk memperjuangkan kesejahteraan perangkat desa.

“Pada saat itu memang kehidupan perangkat desa di bawah rata-rata. Momentum 14 tahun itu merupakan puncak kegelisahan perangkat desa hingga akhirnya membuat gerakan besar untuk menuntut perbaikan kesjehateraan,” ujar Sumanto yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Kebonromo, Ngrampal, Sragen, kepada Solopos.com, Senin (9/1/2023).

Dia mengungkapkan dalam aksi unjuk rasa 8 Januari 2009, ada empat perangkat desa yang terpaksa ditahan aparat kepolisian dan dipidana selama tiga bulan.

Sumanto melanjutkan setelah gerakan massa perangkat desa itu kemudian mulai ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen terhadap para perangkat desa. Perhatian itu berupa terbitnya Peraturan Daerah (Perda) No. 2/2010 tentang Perangkat Desa.

“Di situlah embrio kesejahteraan perangkat desa mulai sedikit terang,” katanya.

Perjuangan para perangkat desa belum selesai. Mereka berlanjut memperjuangkan nasibnya agar ada undang-undang (UU) yang melindungi desa dan mengakui eksistensi desa ke pemerintah pusat. Perjuangan para perangkat desa pun berbuah hasil dengan terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa.

“Proses perjuangan itulah yang dikenang para perangkat desa di Sragen,” jelas Sumanto.

Refleksi atas kenangan itu, Sumanta menyimpulkan bahwa kesejahteraan tidak datang dari langit, tetapi semua itu perlu perjuangan. Dia menyampaikan perjuangan sampai masuk penjara pun tidak sia-sia karena pada titik akhirnya kesejahteraan bisa tercapai.

Tahap demi tahap, kata dia, kehidupan perangkat desa bisa terangkat dan bisa bersosialisasi dengan masyarakat yang lebih baik.

“Keprihatinan saat ini tentang pelaksanaan UU Desa yang selalu berubah. Padahal UU-nya tetap tidak berubah,” kata dia.

Dalam tataran kabupaten, Sumanto dan anggota Praja Sragen menyampaikan pendapat kepada pihak terkait untuk merevisi Peraturan Bupati (Perbup) No. 67/2022 tentang Aset Desa.

Salah satu pasal dalam Perbup itu, sebut dia, berkaitan dengan bengkok. Para perangkat desa memedomani bahwa bengkok itu bagian dari hak asal-usul sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU No. 6/2014.

Kemudian dalam tataran nasional, Sumanto menyampaikan Praja Sragen selalu berkoordinasi dengan organisasi perangkat desa lainnya di Indonesia untuk mengawal pelaksanaan UU Desa secara benar dan tidak merugikan siapa pun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya