Soloraya
Senin, 9 Januari 2023 - 09:32 WIB

Anggota Praja Sragen Gelar Aksi Mengenang Peristiwa Madelari 14 Tahun Lalu

Tri Rahayu  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen membentangkan spanduk berukuran jumbo dan berfoto bersama dalam aksi damai mengenang peristiwa madelari 14 tahun lalu sebagai aksi perjuangan kesejahteraan, Minggu (8/1/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen menggelar aksi untuk mengenang peristiwa perjuangan Praja Sragen 14 tahun yang lalu di depan kompleks Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Minggu (8/1/2023).

Mereka mengingat peristiwa aksi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan Praja saat memperjuangkan kesejahteraan.

Advertisement

Mereka membentangkan spanduk berukuran jumbo dengan tulisan Mengenang Sejarah Madelari Praja Sragen.

Istilah madelari merupakan akronim dari masa suram delapan Januari. Ada juga tulisan Kesejahteraan tidak datang dari langit, semua harus diperjuangkan. Praja siap menyongsong perubahan.

Advertisement

Istilah madelari merupakan akronim dari masa suram delapan Januari. Ada juga tulisan Kesejahteraan tidak datang dari langit, semua harus diperjuangkan. Praja siap menyongsong perubahan.

Ketua Praja Sragen, Sumanto, ikut serta dalam aksi damai yang berlangsung singkat seusai car free day (CFD) tersebut. Sumanto dan rekan perangkat desa lainnya ingat 14 tahun yang lalu, tepatnya 8 Januari 2009 silam, perangkat desa yang tergabung dalam Praja Sragen mengadakan aksi demonstrasi besar-besaran untuk memperjuangkan kesejahteraan perangkat desa.

“Pada saat itu memang kehidupan perangkat desa di bawah rata-rata. Momentum 14 tahun itu merupakan puncak kegelisahan perangkat desa hingga akhirnya membuat gerakan besar untuk menuntut perbaikan kesjehateraan,” ujar Sumanto yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Kebonromo, Ngrampal, Sragen, kepada Solopos.com, Senin (9/1/2023).

Advertisement

Sumanto melanjutkan setelah gerakan massa perangkat desa itu kemudian mulai ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen terhadap para perangkat desa. Perhatian itu berupa terbitnya Peraturan Daerah (Perda) No. 2/2010 tentang Perangkat Desa.

“Di situlah embrio kesejahteraan perangkat desa mulai sedikit terang,” katanya.

Perjuangan para perangkat desa belum selesai. Mereka berlanjut memperjuangkan nasibnya agar ada undang-undang (UU) yang melindungi desa dan mengakui eksistensi desa ke pemerintah pusat. Perjuangan para perangkat desa pun berbuah hasil dengan terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa.

Advertisement

“Proses perjuangan itulah yang dikenang para perangkat desa di Sragen,” jelas Sumanto.

Refleksi atas kenangan itu, Sumanta menyimpulkan bahwa kesejahteraan tidak datang dari langit, tetapi semua itu perlu perjuangan. Dia menyampaikan perjuangan sampai masuk penjara pun tidak sia-sia karena pada titik akhirnya kesejahteraan bisa tercapai.

Tahap demi tahap, kata dia, kehidupan perangkat desa bisa terangkat dan bisa bersosialisasi dengan masyarakat yang lebih baik.

Advertisement

“Keprihatinan saat ini tentang pelaksanaan UU Desa yang selalu berubah. Padahal UU-nya tetap tidak berubah,” kata dia.

Dalam tataran kabupaten, Sumanto dan anggota Praja Sragen menyampaikan pendapat kepada pihak terkait untuk merevisi Peraturan Bupati (Perbup) No. 67/2022 tentang Aset Desa.

Salah satu pasal dalam Perbup itu, sebut dia, berkaitan dengan bengkok. Para perangkat desa memedomani bahwa bengkok itu bagian dari hak asal-usul sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU No. 6/2014.

Kemudian dalam tataran nasional, Sumanto menyampaikan Praja Sragen selalu berkoordinasi dengan organisasi perangkat desa lainnya di Indonesia untuk mengawal pelaksanaan UU Desa secara benar dan tidak merugikan siapa pun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif