Soloraya
Jumat, 14 Juni 2024 - 19:11 WIB

Antisipasi Kekeringan, Teknologi Modifikasi Cuaca Diterapkan di Wonogiri

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tinggi muka air (TMA) Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri di bawah pola pada musim kemarau ini. Foto diambil Rabu (12/6/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRIWonogiri menjadi salah satu daerah yang disasar penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengantisipasi kekeringan dan dampak musim kemarau pada 2024 ini. TMC diterapkan di wilayah hulu Waduk Gajah Mungkur (WGM).

Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri, Trias Budiono, saat diwawancara Solopos.com di kantornya, Jumat (14/6/2024).

Advertisement

Trias mengatakan berdasarkan koordinasi antara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan BPBD se-Jawa Tengah, Wonogiri masuk dalam wilayah yang menerima MTC. Hal ini karena Wonogiri mempunyai WGM yang berfungsi untuk irigasi pertanian di daerah hilir.

Teknologi modifikasi cuaca itu dilakukan di hulu-hulu WGM Wonogiri mulai akhir Mei hingga 10 Juni 2024. Dengan MTC diharapkan hujan bisa turun pada musim kemarau. Menurut Trias, dampak MTC sudah mulai terlihat dengan ditandai hujan yang terjadi akhir-akhir ini di Wonogiri meski dengan intensitas sedang.

Advertisement

Teknologi modifikasi cuaca itu dilakukan di hulu-hulu WGM Wonogiri mulai akhir Mei hingga 10 Juni 2024. Dengan MTC diharapkan hujan bisa turun pada musim kemarau. Menurut Trias, dampak MTC sudah mulai terlihat dengan ditandai hujan yang terjadi akhir-akhir ini di Wonogiri meski dengan intensitas sedang.

”Selain itu memang ada fenomena La Nina. Kemarau ini nanti cenderung kemarau basah. Harapan kami di tengah kemarau nanti juga masih ada hujan satu-dua kali agar tanaman pangan masih bisa panen,” jelasnya.

Trias menambahkan berdasarkan informasi dari BMKG, musim kemarau 2024 ini akan berlangsung selama tiga setengah hingga lima bulan. Puncak kemarau terjadi pada Juli-September 2024. Oktober sudah mulai memasuki penghujan.

Advertisement

Sebagai informasi, pada tahun lalu dengan adanya fenomena El Nino, kekeringan di Wonogiri cukup parah. Daerah-daerah yang tidak masuk pemetaan rawan bencana kekeringan pun ikut terdampak.

Data BPBD Wonogiri menyebutkan pada 2023 lalu ada 27.751 warga di 163 dusun di 12 kecamatan yang terdampak kekeringan. Padahal pada musim kemarau biasanya hanya beberapa desa di tujuh kecamatan yang terdampak kekeringan.

Pendataan Ulang Daerah Rawan Kekeringan

”Ini kami masih verifikasi wilayah-wilayah yang kemarin kekeringan. Sebagian sudah mendapatkan program pipanisasi dari PDAM dan DPU Wonogiri. Nanti kami akan petakan wilayah mana yang masih rentan kekeringan,” kata Trias.

Advertisement

Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Wonogiri, Sri Maryati, juga menuturkan tahun lalu BPBD sampai kewalahan dalam penanganan kekeringan. Wilayah yang sebelumnya tidak kekeringan ikut terdampak seperti di Giriwono, Kecamatan Wonogiri.

“Semoga saja dengan adanya La Nina ini, kekeringan tidak seekstrem tahun kemarin,” ujar Sri. Salah satu langkah antisipasi yang tengah dilakukan yakni mendata ulang wilayah yang rawan kekeringan.

Data wilayah kekeringan pada 2023 akan disinkronisasi dengan data progres program pemasangan pipa dari PDAM dan DPU Wonogiri. Menurutnya, sejumlah kecamatan di Wonogiri selatan seperti Paranggupito, Pracimantoro, dan Giritontro masih menjadi rawan krisis air bersih saat kemarau.

Advertisement

Terpisah, Kepala Sub Divisi Jasa Air dan Sumber Air III Perum Jasa Tirta (PJT) I, Fendri Ferdian, mengatakan awal musim kemarau ini sudah mulai berdampak terhadap elevasi air WGM yang di bawah pola tahunan.

Semestinya pada Juni elevasi air WGM setinggi 134 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara berdasarkan pantauan real time di https://hidrologi.bbws-bsolo.net/tma, elevasi atau tinggi muka air WGM pada Jumat (14/6/2024) pukul 17.35 WIB, TMA WGM hanya 132,96 mdpl.

“Kalau elevasi di WGM di bawah pola, maka air yang keluar dari waduk berkurang. Dampaknya, air irigasi berkurang, pasokan air untuk kebutuhan juga berkurang. Implikasinya ke pertanian,” kata Fendri.

Dia berharap TMC dari BMKG yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu di sejumlah lokasi hulu WGM bisa berdampak pada penambahan curah hujan. Dengan begitu, pola tahunan volume air di WGM bisa stabil. Kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan air dari WGM juga bisa tercukupi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif