Soloraya
Senin, 7 November 2022 - 15:33 WIB

Antrean Keberangkatan Sampai 45 Tahun, Komisi VIII DPR Desak UU Haji Direvisi

Indah Septiyaning Wardani  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tokoh masyatakat, biro umrah dan unsur pemeritahan mengikuti acara Sapa Jamaah Tunggu Haji yang digelar Kemenag Provinsi Jawa Tengah di Hotel Jawa Dwipa Karangpandan, Karanganyar pada Senin (7/11/2022). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR — Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dinilai perlu segera direvisi. UU itu saat ini memunculkan sejumlah persoalan, di antaranya lamanya waktu tunggu haji yang mencapai 45 tahun.

Desakan agar UU 8/2019 direvisi disampaikan anggota Komisi VIII DPR, Paryono, dalam forum Sapa Jamaah Tunggu Haji yang digelar Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Kegiatan itu digelar di Hotel Jawa Dwipa Karangpandan, Karanganyar, pada Senin (7/11/2022).

Advertisement

Paryono mengatakan revisi UU Haji saat ini masih dalam tahap wacana. DPR mencari masukan dari berbagai kalangan terkait penyelenggaraan haji. Menurutnya beberapa persoalan penyelenggaraan ibadah haji masih menjadi catatan tersendiri. Paling krusial mengenai lamanya daftar tunggu keberangkatan haji dari 25 tahun hingga 45 tahun.

“Antrean tunggu haji yang lama menjadi perhatian serius. Harus ada solusi agar tidak terlalu lama karena dampaknya saja di Jawa Tengah ada 8.000 calon jemaah tahun ini yang menarik dana dan membatalkan haji,” kata dia ketika dijumpai Senin.

Advertisement

“Antrean tunggu haji yang lama menjadi perhatian serius. Harus ada solusi agar tidak terlalu lama karena dampaknya saja di Jawa Tengah ada 8.000 calon jemaah tahun ini yang menarik dana dan membatalkan haji,” kata dia ketika dijumpai Senin.

Baca Juga: 8.000 Calon Haji di Jawa Tengah Tarik Dana dan Batalkan Keberangkatan

Dia mengatakan calon jemaah haji memilih membatalkan karena faktor usia dan kesehatan. Aspirasi dari pihak-pihak terkait diharapkan memberi banyak pandangan pemerintah agar revisi menguntungkan jemaah haji Indonesia.

Advertisement

“Haji ini wajib. Jangan yang wajib lalu dibatalkan hanya untuk umrah. 100 Kali umrah pun tidak bisa menyamakan ibadah haji,” katanya.

Persoalan lain dalam penyelenggaraan haji, menurut Paryono adalah mengenai biaya haji yang mengalami kenaikan dari Rp81 juta menjadi Rp98 juta di 2022 ini. Sementara jemaah haji hanya membayar Rp35 juta.

Baca Juga: Pesan Kemenag Jateng Kepada Calhaj: Jangan Termakan Rayuan Biro Umrah

Advertisement

Kenaikan biaya haji ini ditetapkan secara tiba-tiba oleh Pemerintah Arab Saudi. Sehingga perlu regulasi agar penyelenggaraan haji ke depan tak kaget jika sewaktu-waktu biaya haji naik.

“Ongkos naik haji dari Rp81 juta menjadi Rp98 juta. Namun jemaah bayarnya Rp35 juta. Kita carikan efisiensi-efisiensi dari BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji),” katanya.

Dia menyebut Panitia Kerja Haji dan Umrah tahun 2023 segera dibentuk pada Desember mendatang. Sehingga Komisi VIII mengejar waktu mengusulkan revisi UU penyelenggaraan haji tersebut dengan bekal materi dari masyarakat. Regulasi ini untuk menyiapkan ruang-ruang antisipasi ke depan tentang haji.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif