SOLOPOS.COM - Suliyem, warga Dukuh Ngasinan Wetan RT 025, Desa Gebang, Masaran, Sragen, masih mempertahankan kerajinan menganyam mendong menjadi tikar yang langka di desa setempat, Rabu (24/5/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SRAGEN — Aktivitas warga di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Sragen, masih bertumpu di sektor pertanian dan perdagangan. Di sepanjang jalan utama Desa Gebang yang menghubungkan Nguwer ke arah Desa Sepat tumbuh perekonomiannya. Banyak unit usaha perdagangan dan jasa di sana.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Seperti halnya di desa lain, perekonomian desa hanya hidup di pinggir jalan poros antardesa. Ketika menyelami dukuh-dukuh di dalamnya, aktivitas warganya beragam. Ada yang menjadi pegawai negeri, karyawan swasta, ada juga yang bertani dan berdagang.

Suliyem menjadi sedikit warga yang masih menggeluti usaha menganyam mendong menjadi tikar. Aktivitas itu ia lakukan di rumahnya di Dukuh NgasinanWetan, RT 025, Desa Gebang. Tikar hasil rajutan Suliyem sering dijual di Pasar Kawak setiap Minggu Kliwon atau setiap selapan atau 35 hari sekali. Setiap lembar tikar mendongnya ia jual  Rp50.000.

Demikian halnya dengan warga lain di lingkungan RT 025 dan RT 026 yang memanfaatkan Pasar Kawak untuk mencari rezeki dengan berjualan aneka makanan tempo dulu. “Selain Bu Suliyem, ada Mah Sayem dan Bu Sugiyem yang bisa menganyam mendong menjadi tikar. Hanya tiga orang itu yang masih bisa dan bertahan sejak zaman simbah-simbah dulu. Mereka membeli mendong di Pasar Pucuk Sepat dan Pasar Masaran. Ukuran tikarnya 80 cm x 200 cm,” ujar sesepuh Dukuh Ngasinan Wetan, Slamet, saat berbincang dengan Solopos.com, belum lama ini.

Slamet mengungkapkan selain tikar mendong, warga Ngasinan Wetan juga memiliki usaha turun-temurun berupa pembuatan batik. Dia mencatat ada lima orang yang masih memiliki keahlian membatik karena berasal dari Kampung Batik Pilang dan Kliwonan, Masaran.

“Atraksi membatik itu juga ditunjukkan sejak awal Pasar Kawak dan terus berproses sampai jadi. Jadi membatiknya hanya setiap Minggu Kliwon. Kalau jadi nanti pasti harganya mahal,” katanya.

Potensi Desa

Warga Gebang secara umum sudah mengetahui potensi desanya. Warga Gebang Kota RT 011, Sugeng Raharjo, 45, menyebut potensi desanya sudah coba dikembangkan warga. Selain Pasar Kawak dan Gua Mangkubumi ada potensi lain yang menurutnya bisa dikembangkan, yakni adanya pleret di bawah Jembatan Gebang. Di pleret itu ada lorong atau terowongan peninggalan Belanda.

“Warga mendukung pengembangan potensi-potensi yang dimiliki desa untuk kemajuan lingkungan desa. Seperti di Gua Mangkubumi ini dulu banyak ditumbuhi alang-alang dan rumput tetapi sekarang bersih sebagai destinasi wisata. Dulu saat masih rungkut banyak orang bertirakat mencari derajat dan pangkat. Setelah bersih malah jarang-jarang,” katanya.

Pengelola Goa Mangkubumi Gebang, Hartono, menyampaikan masyarakat sudah mengetahui kalau ada gua peninggalan Pangeran Mangkubumi di Dukuh Gebang Kota. Dia mengatakan awalnya masyarakat masih kurang gereget tetapi sejak adanya viral wisata desa di mana-mana kemudian masyarakat baru termotivasi untuk mengembangkan Goa Mangkubumi sebagai objek wisata baru.

“Akhirnya masyarakat berinisiatif untuk membersihkan rumput dan dikelola. Sejarahnya dicari. Pengembangan Gua Mangkubumi itu murni dari swadaya masyarakat Dukuh Gebang Kota,” katanya.

Sayang, pengembangan Gua Mangkubumi kini mandek karena terkena biaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya