Soloraya
Sabtu, 19 Agustus 2023 - 06:00 WIB

Asal-usul Kelurahan Wonoboyo Wonogiri, Ternyata Dulunya Hutan yang Berbahaya

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga melintas di gapura masuk Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Kamis (17/8/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Kelurahan Wonoboyo di Kecamatan/Kabupaten Wonogiri ternyata memiliki asal-usul yang cukup unik terkait penamaannya. Yang jelas, asal-usul itu tidak terkait dengan hewan buaya (boyo) meski lokasi wilayah ini berada dekat dengan Sungai Bengawan Solo.

Sebagaimana diketahui, pada zaman dulu, daerah yang sekarang menjadi Wonoboyo merupakan tempat strategis karena jadi lokasi penyeberangan orang dan komoditas pertanian sekaligus peternakan dari sisi sungai satu ke sisi lainnya.

Advertisement

Tetapi, kondisi itu juga memiliki sisi lain yang berdampak negatif dan merugikan masyarakat. Tokoh masyarakat sekaligus sesepuh Kelurahan Wonoboyo, Suyadi, mengisahkan pada zaman dulu, jauh sebelum Kabupaten Wonogiri berdiri, Wonoboyo memiliki asal-usul sebagai wilayah yang sangat strategis.

Tepat berada di tepi Sungai Bengawan Solo, Kelurahan Wonoboyo menjadi titik penghuhung antara warga di sisi timur dan barat sungai. Di kelurahan itu, terdapat panambangan atau penyeberangan orang yang hendak ke arah timur atau barat.

Advertisement

Tepat berada di tepi Sungai Bengawan Solo, Kelurahan Wonoboyo menjadi titik penghuhung antara warga di sisi timur dan barat sungai. Di kelurahan itu, terdapat panambangan atau penyeberangan orang yang hendak ke arah timur atau barat.

Oleh karena itu, wilayah tersebut menjadi wilayah sibuk. Tidak hanya orang, bahkan Wonoboyo kala itu menjadi tempat lalu lintas berbagai komoditas-komoditas hasil pertanian dan peternakan.

Menurut Suyadi, wilayah yang sibuk itu dimanfaatkan para penjahat untuk mencuri, merampok, atau membegal orang-orang yang hendak melewati panambangan atau penyeberangan itu. Tidak seperti sekarang ini, zaman dulu, meski menjadi wilayah yang sibuk lalu-lalang orang, Wonoboyo masih banyak hutan lebat dan gelap.

Advertisement

Wana berarti hutan dan baya berarti berbahaya. “Jadi nama Wonoboyo itu karena pada saat itu, wilayah ini masih berupa hutan yang berbahaya karena banyak begal. Wonoboyo itu bukan wono dan boyo hewan [buaya], bukan. Tetapi hutan yang berbahaya,” kata Suyadi kepada Solopos.com, Jumat (18/8/2023).

Penemuan Prasasti Telang

Menurut Suyadi, lokasi penyeberangan di Sungai Bengawan Solo di Kelurahan Wonoboyo itu berada di belakang makam umum Wonoboyo atau Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Wonogiri. Kini sisa-sisa penyeberangan itu sudah tidak berbekas.

Keterangan Suyadi mengenai asal-usul nama daerah Wonoboyo di Wonogiri ini sejalan dengan isi Prasasti Telang yang ditemukan pada 1933 di Situs Wonoboyo, Lingkungan Jatirejo, Kelurahan Wonoboyo.

Advertisement

Situs itu saat ini menjadi Rumah Menjadi Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Esti Tomo Wonogiri. Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti, dalam jurnal berjudul Situs Wonoboyo di DAS Bengawan Solo, Wonogiri: Identifikasi Desa Paparahuan Dalam Prasasti Tlang (904 M) yang diterbitkan Amerta pada 2016 lalu menjelaskan Prasasti Telang ditemukan di Situs Wonoboyo di halaman Pesanggrahan Mojoroto milik Yap Bio Ging, Kelurahan Wonoboyo.

Dia menyebut prasasti itu menceritakan tentang Raja Mataram Kuno Dyah Balitung yang melaksanakan nazar untuk membuat tempat penyeberangan. Letak penyeberangan itu di Desa Paparahuan. Prasasti yang ditulis di lempengan emas berangka tahun 904 M itu kini menjadi koleksi perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Solo.

“Tempat penyeberangan itu diperuntukan bagi penduduk desa yang akan menyeberangi Bengawan Solo tanpa dipungut biaya. Untuk pembiayaannya maka Desa Telang, Desa Mahe, dan Paparahuan yang termasuk wilayah Huwusan dijadikan perdikan,” kata Nastiti.

Advertisement

Nastiti mengidentifikasikan Desa Paparahuan sebagai Kelurahan Wonoboyo saat ini. Lingkungan Jatirejo sangat mungkin diidentifikasi sebagai Desa Paparahuan. Selain terletak di Sungai Bengawan Solo, lokasi itu dinilai strategis dijadikan sebagai tempat penyeberangan untuk menghubungkan dua wilayah di kedua sisi Bengawan Solo.

Menurut Nastiti, sampai pada 1934 di Sungai Bengawan Solo wilayah Jatirejo masih ada kegiatan penyeberangan untuk menyeberangkan ternak. Ternak tersebut merupakan komoditas yang diperjualbelikan saat hari pasaran. Saat ini penyeberangan tersebut sudah tidak ada.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif