Soloraya
Sabtu, 19 November 2016 - 11:15 WIB

ASAL USUL : Peninggalan Joko Tingkir di Makam Butuh Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Makam Butuh di Dusun Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen. (Istimewa)

Asal usul Makam Butuh terkait erat dengan Joko Tingkir.

Solopos.com, SRAGEN – Komplek permakaman ini berjarak sekitar 16 kilometer dari Kota Sragen, tepatnya di Dusun Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh. Di permakaman itu, seorang penguasa Keraton Pajang (1550-1582) yang bergelar Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir dikebumikan.

Advertisement

Di kompleks pemakaman Butuh terdapat lebih dari 20 pusara yang dikelilingi tembok. Sembilan pusara di antaranya berada di dalam cungkup. Pusara Joko Tingkir berada pada bagian tengah cungkup itu.

Di halaman kompleks pemakaman terdapat batang kayu yang sudah keropos. Kayu itu diyakini sebagai sempalan perahu gethek yang membawa Joko Tingkir ke Dusun Butuh melalui Sungai Bengawan Solo. Sempalan gethek itu berupa belahan kayu jati sepanjang sekitar dua meter.

Kedatangan Joko Tingkir ke Dusun Butuh yang saat itu masih berupa hutan belantara tidak lain untuk berguru kepada Ki Ageng Butuh. Dia dikenal sebagai murid Syeh Siti Jenar bersama ayah Joko Tingkir, Ki Kebo Kenanga.

Advertisement

Makam Joko Tingkir banyak diziarahi warga. “Bisa dibilang, permakaman ini menjadi objek wisata religi. Setiap malam Jumat selalu ada warga yang berziarah. Kebanyakan mereka datang dari luar daerah,” jelas Camat Plupuh Sektiyono kala berbincang dengan solopos.com, beberapa waktu lalu.

Dalam Babad Tanah Jawi, diceritakan Ki Ageng Butuh merupakan tokoh yang kali pertama melihat wahyu keprabon yang jatuh pada diri Joko Tingkir. Dia juga berperan penting dalam membantu Joko Tingkir naik takhta menjadi raja.

Makam lain yang berada di kompleks permakaman ini adalah istri Kiai Ageng Butuh, adik Joko Tingkir Pangeran Tejowulan, dan putra raja Pajang Pangeran Benowo. “Meski menjadi objek wisata religi. Makam ini tidak dikelola oleh Pemkab Sragen. Ada juru kunci yang mengelolanya,” papar Sektiyono.

Advertisement

Permakaman butuh merupakan satu dari beberapa permakaman yang diziarahi oleh  Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Sragen. Ziarah ke makam-makam leluhur itu sudah menjadi agenda rutin saat memperingati Hari Jadi Kabupaten Sragen.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yg menghargai para pendahulunya. Bangsa yang besar tidak akan melupakan sejarah. Oleh karenanya, kami datang berziarah untuk mendoakan para pendiri Sragen,” terang Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif