Solopos.com, KARANGANYAR– Nama Desa Plesungan di Gondangrejo, Karanganyar digunakan bukan hanya asal-asalan. Nama Plesungan diambil berdasarkan filosofi sejarah budaya pertanian di tempat tersebut sejak era kekuasaan Keraton Surakarta Hadiningrat dulu kala.
Kisah tersebut diungkapkan oleh Kades Plesungan, Waluyo, ketika berbincang dengan Solopos.com Sabtu (17/7/2021). Dia bercerita, nama Plesungan diambil dari kata Lesung yang merupakan alat untuk menumbuk padi menjadi beras secara tradisional.
Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya
Baca Juga: Ini Alasan Perangkat Desa Jati Karanganyar Nekat Gelar Hajatan Sebelum Akhirnya Dibubarkan
Dilestarikan Melalui Kesenian
Hal ini lantaran dulunya, wilayah Plesungan saat era Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan pusat penggilingan padi dari berbagai daerah untuk dikirimkan ke keraton.
“Nama Plesungan itu sudah lama sekali dipakainya dan belum berubah sampai saat ini. Dulu itu kan di sini [Plesungan] banyak orang menggilingkan padi untuk dijadikan beras. Karena belum ada alat penggilingan, prosesnya dilakukan manual dengan menggunakan lesung. Karena sejarah itulah, akhirnya desa ini dinamakan Plesungan,” cerita dia.
Seiring perkembangan zaman, budaya menggunakan lesung saat ini bertransformasi dan dilestarikan melalui jalur kesenian. Menurut Waluyo, agar tidak kehilangan identitas budaya, kesenian musik lesung masih terus dilestarikan oleh warga setempat sebagai daya tarik wisatawan di sektor budaya. Total saat ini terdapat tiga kelompok kesenian musik lesung yang masih aktif melestarikan budaya tersebut.
Baca Juga: Sehari 4.000 Dosis Vaksin Didistribusikan di Karanganyar
“Kami menggali bagaimana untuk melestarikan identitas lesung agar tidak hilang termakan zaman. Akhirnya melalui kesenian, kami bisa melakukannya. Kesenian itu sering dipentaskan saat kirab bersama tarian Mahesa Krida,” ujar dia.
Waluyo berharap, budaya identitas Plesungan tidak akan hilang dan dapat dilestarikan di setiap generasi. Pihaknya saat ini masih terus menggali peninggalan budaya yang bisa diselamatkan sebagai bukti cerita budaya tersebut.
“Kami masih menggali dan mencari dokumen-dokumen. Contohnya seperti dokumentasi kades pertama. Tapi itu belum ditemukan. Yang sudah kami temukan dan disimpan itu dokumentasi kades kedua,” beber dia.