Soloraya
Kamis, 3 Maret 2022 - 11:17 WIB

Asale Kampung Pancot Tawangmangu Eks-Kekuasaan Prabu Boko Ratu Buto

Diva Kristiya Ayunissa  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kampung Pancot, Kelurahan Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar. (Youtube)

Solopos.com, KARANGANYAR – Kampung Pancot di Keluharan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, memiliki kisah yang menarik. Konon, asal usul terbentuknya kampung ini berkaitan dengan sosok Prabu Boko, sang raksasa pemakan manusia.

Hermianto (2013) dalam jurnal Forum Ilmu Sosial yang dikutip Solopos.com, Kamis (3/3/2022), mengatakan terbentuknya Desa Pancot bermula kisah Prabu Boko. Ia adalah seorang raja yang memiliki postur tubuh seperti raksasa seperti Ratu Buta dalam cerita pewayangan.

Advertisement

Dulu Prabu Boko merupakan seorang raja yang disegani rakyatnya. Di awal kekuasaan, ia sangat peduli terhadap rakyat sehingga daerah kekuasaanya memeroleh keamanan, kesejahteraan, ketenangan, dan ketentraman.

Baca juga: Jika Muncul Tanda Ini, Mending Jangan Lewati Jalan Tawangmangu-Sarangan

Advertisement

Baca juga: Jika Muncul Tanda Ini, Mending Jangan Lewati Jalan Tawangmangu-Sarangan

Perilaku raja berubah ketika juru masak istana terluka dan jati kelingkingnya masuk ke dalam sup dihidangkan untuk Prabu Boko. Konon, sup yang dihidangkan terasa lebih lezat daripada biasanya. Dan raja bertanya tentang rahasia kelezatan tersebut kepada juru masak tersebut.

Si juru masak menceritakan tentang kecelakaan yang menyebabkan jari kelingkingnya masuk ke dalam sup untuk sajian raja. Setelah kejadian tersebut, Prabu Baka memiliki pemikiran bahwa daging manusia membuat masakannya menjadi lezat. Sejak saat itu sang raja membuat peraturan baru untuk menyediakan seorang manusia untuk dijadikan santapannya.

Advertisement

Baca juga: Gunung Ungaran & Misteri Makam Dasamuka di Kawah Belerang

Pertarungan

Mbok Randha merupakan salah satu penduduk desa tersebut. pada hari itu merupakan gilirannya untuk menyerahkan dirinya ke Prabu Baka. Sebelum itu, hari-harinya dipenuhi dengan kesedihan dan berdoa kepada Tuhan agar terhindar dari malapetaka. Suatu hari, datanglah seorang pemuda gagah dan tampat datang dari pertapaan Pringgodani di Lereng Lawu bernama Putut Tetuka.

Putut Tetuka membantu Mbok Randha setelah diceritakan kejadian yang menimpa Mbok Randha. Kemudian, Putut Tetuka ingin melawan Prabu Baka dengan cara menggantikan anak perempuan Mbok Randha sebagai santapan.

Advertisement

Pada hari Selasa Kliwon giliran Putut Tetuka diarak menuju kediaman Raja. Prabu Boko bersemangat karena telah datang santapannya. Prabu Boko menebas leher dan menyayatnya, namun tubuh Putut Tetuka sangat kebal. Akhirnya, Putut menyerang Prabu Baka dengan segenap ilmu yang dimilikinya.

Baca juga: Objek Wisata Ratu Boko di Sleman Yogyakarta Beroperasi Secara Terbatas

Sejurus kemudian Putut menyerang Prabu Boko dengan batu gilang. Batu tersebut dihantamkan ke kepala Prabu Baka, sehingga tubuhnya tersungkur, kemudian tubuh Prabu Boko diinjak-injak dan dipancatkan ke Bumi oleh Putut. Pristiwa inilah yang menjadi asal usul penamaan Desa Pancot yang diambil dari isilah pancat, artinya menancap ke Bumi.

Advertisement

Dalam rangka menjaga kemanan desa dan mengucap rasa syukur atas kekalahan Prabu Boko, maka Putut Tetuka berpesan kepada warga setempat untuk mengadakan bersih desa yang dikenal dengan upacara tradisi Mandhasiya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif