Soloraya
Rabu, 30 Oktober 2019 - 13:42 WIB

Asale Kedung Boyo Boyolali, Warisan Belanda yang Menelan Banyak Korban Jiwa

Nadia Lutfiana Mawarni  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga beraktivitas di kawasan Kedung Boyo di Desa Glonggong, Nogosari, Boyolali. (Solopos-Nadia Lutfiana Mawarni)

Solopos.com, BOYOLALI -- Kedung Boyo yang terletak di Desa Glonggong, Kecamatan Nogosari, Boyolali, merupakan bangunan warisan penjajah Belanda.

Bangunan tersebut berfungsi membendung aliran air dari Kali Cemara yang melintasi beberapa kecamatan di Boyolali di antaranya Simo, Andong, dan Nogosari, kemudian mengalirkannya ke lahan-lahan pertanian warga.

Advertisement

Di Nogosari, aliran air dari Kedung Boyo masih dimanfaatkan petani di berbagai desa seperti Desa Pulutan, Desa Rembun, dan Desa Glonggong.

Bayan Pulutan, Pariman, bercerita wilayah Nogosari dulunya menjadi sentra pertanian Boyolali. Kedung itu kemudian dibangun sebagai infrastruktur irigasi teknis mengingat di wilayah ini semua sawah merupakan tadah hujan.

Advertisement

Bayan Pulutan, Pariman, bercerita wilayah Nogosari dulunya menjadi sentra pertanian Boyolali. Kedung itu kemudian dibangun sebagai infrastruktur irigasi teknis mengingat di wilayah ini semua sawah merupakan tadah hujan.

Pembangunannya dilakukan sejak akhir 1800-an dengan melibatkan ratusan warga pribumi. Awalnya lokasi Kedung Boyo yang asli dikonstruksi Belanda berada di bawah Kedung Boyo yang dikenal sekarang.

Pembangunannya menggunakan batu-bata merah.

Advertisement

Saat pembangunan Kedung Boyo di masa Belanda, pekerja pribumi banyak yang meninggal dunia.

Penyebabnya bermacam-macam, ada yang jatuh ke sungai hingga kelelahan karena kekurangan bahan pangan. Oleh sebab itu, setelah selesai bangunan tersebut diberi nama Kedung Boyo, yang berarti kedung yang berbahaya.

“Bahayanya ya karena memakan banyak korban,” imbuh Pariman.

Advertisement

Sayang, Kedung Boyo rusak pada tahun 1965-an berdekatan dengan meletusnya peristiwa G30S PKI. Namun tidak diketahui secara pasti penyebab kerusakan tersebut.

Tidak lama setelahnya, Kedung Boyo dibangun ulang menjadi Kedung Boyo yang dikenal hari ini.

Sempat tidak memiliki penjaga, pada 2012 lalu Kedung Boyo identik dengan tempat perbuatan tidak senonoh. Hal ini lantaran tempatnya yang cukup jauh dari kawasan permukiman.

Advertisement

Untuk mencapainya, diperlukan waktu sekitar 10 menit dari Kantor Desa Glonggong ke arah utara dengan berkendara sepeda motor melewati kawasan perkebunan jati.

Namun kini stigma buruk ini coba diubah oleh warga desa setempat. Awal tahun lalu, kerja bakti dilakukan untuk mengubah Kedung Boyo menjadi tempat swafoto dengan latar aliran sungai cukup deras dan pemandangan hijau perkebunan.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif