Soloraya
Minggu, 5 Desember 2021 - 07:08 WIB

Asale Sapuangin dan Kisah Sepasang Pengantin di Kemalang, Klaten

Redaksi Solopos  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu jalan di Dukuh Pajegan, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang yang menjadi akses masuk ke kawasan hutan. Selama ini kawasan hutan itu kerap dikenal dengan nama Sapuangin. Foto diambil Kamis (2/12/2021). (Taufiq Sidik Prakoso/Solopos)

Solopos.com, KLATEN – Sapuangin menjadi salah satu nama yang terkenal di wilayah lereng Gunung Merapi Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Nama tersebut identik dengan nama kawasan paling ujung desa di Dukuh Pajegan yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Oleh warga setempat, nama itu digunakan untuk menyebut kawasan hutan serta salah satu sumber air. Belakangan, Sapuangin juga menjadi nama jalur pendakian ke Merapi hingga nama merek kopi bikinan kelompok masyarakat setempat.

Advertisement

Salah satu warga, Srijono, mengatakan sebutan Sapuangin untuk kawasan paling ujung Tegalmulyo itu sudah ada secara turun temurun.

”Kalau nama kampung Sapuangin tidak ada. Sapuangin itu biasanya untuk menyebut kawasan hutan serta digunakan untuk menyebut salah satu sumber air yang sebenarnya resapan air,” kata Srijono yang juga salah satu anggota Rescue Sapuangin saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (3/12/2021).

Advertisement

”Kalau nama kampung Sapuangin tidak ada. Sapuangin itu biasanya untuk menyebut kawasan hutan serta digunakan untuk menyebut salah satu sumber air yang sebenarnya resapan air,” kata Srijono yang juga salah satu anggota Rescue Sapuangin saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (3/12/2021).

Baca Juga: Ingat, Vaksinasi Berhadiah Utama Motor di Klaten Berlaku 6-16 Desember

Soal pemberian nama tersebut, Srijono mengatakan sudah ada secara turun temurun. Konon, nama itu diberikan oleh sepasang pengantin yang berkunjung ke kawasan lereng Gunung Merapi berdasarkan cerita tutur secara turun temurun.

Advertisement

Mereka akhirnya selamat dari terjangan badai tersebut. Kemudian sepasang pengantin anyar itu lantas berikrar suatu saat tempat tersebut diberi nama Sapuangin.

Baca Juga: Alhamdulillah…Tak Ada Kasus Baru Covid-19 di Klaten 3 Hari Beruntun

Srijono mengatakan badai angin memang kerap terjadi di wilayah lereng Gunung Merapi tersebut. Hal itu biasa terjadi ketika musim tertentu. “Badai angin biasanya terjadi pada mangsa kapitu [antara Desember-Februari],” kata Srijono.

Advertisement

Kawasan Sapuangin kini menjadi salah satu daya tarik wisata di wilayah Tegalmulyo. Meski jalur pendakian ke Gunung Merapi masih ditutup, pengunjung tetap berdatangan ke kawasan tersebut yang berada di wilayah Dukuh Pajegan, Desa Tegalmulyo.

Kampung itu berada pada ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (Mdpl) dan disebut-sebut perkampungan lereng Merapi di wilayah Klaten paling tinggi.

Baca Juga: Kuras BPR Ceper Rp800 Juta, Komplotan Tipu-Tipu Lintas Provinsi Dibekuk

Advertisement

Di kampung itu, ada kedai bernama Sapuangin Coffe and Farm yang dikelola oleh kelompok pemuda setempat. Selain itu, ada sejumlah spot selfie dan warung yang dikelola warga.

Kepala Desa Tegalmulyo, Sutarno, juga mengatakan Sapuangin kerap disandingkan dengan kawasan di wilayah paling ujung Tegalmulyo.

Dia juga menjelaskan nama tersebut juga digunakan untuk salah satu jalur pendakian ke puncak Merapi dari Tegalmulyo. “Tetapi untuk sementara pendakian ke Merapi masih ditutup,” kata Sutarno.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif