Soloraya
Minggu, 22 Agustus 2021 - 10:02 WIB

Asale Sendang Sokowati di Sragen, Diambil dari Nama Pohon Soko

Tri Rahayu  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga beraktivitas di seputaran Sendang Sokowati yang terletak di Dukuh Dimoro RT 031, Desa Bedoro, Sambungmacan, Sragen, Jumat (20/8/2021). (Tri Rahayu/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN–Dua pohon jambu klampok berukuran besar yang menjulang tinggi membuat teduh pelataran di pinggir kali Dukuh Dimoro RT 031, Desa Bedoro, Sambungmacan, Sragen, Jumat (20/8/2021) siang.

Dua pohon itu diperkirakan sudah berumur puluhan hingga seratusan tahun. Dua pohon itu pula yang dulunya menjadi batas Sendang Sokowati.

Advertisement

Sedang itu dulu cukup dalam dan lebar dengan diameter diperkirakan 5 meter x 3 meter tak beraturan. Kini, sendang itu ditutup dan tersisa bus beton berdiameter 80 cm dengan kedalaman 4 meter.

Ya, sendang itu sekarang seperti sumur yang terletak di belakang Masjid Al Mukmin. Di kompleks itu terdapat pohon yang lebih tua, yakni pohon soko yang sejak dulu tidak pernah berubah.

Advertisement

Ya, sendang itu sekarang seperti sumur yang terletak di belakang Masjid Al Mukmin. Di kompleks itu terdapat pohon yang lebih tua, yakni pohon soko yang sejak dulu tidak pernah berubah.

Baca Juga: Bupati Sragen Turun Tangan Bantu Nakes Vaksin Door to Door di 3 Desa

“Sebelum ada orang tinggal di sini [Dukuh Dimoro], sendang itu sudah ada. Yang membuka dukuh ini simbah saya, Mbah Kromo Tirto. Saya sekarang generasi keempat dari Simbah Kromo Tirto.

Advertisement

Sendang Sokowati merupakan salah satu dari delapan sendang yang ada di Desa Bedoro. Hampir semua dukuh di desa itu memiliki punden berupa sendang.  Tujuh sendang lainnya terdiri atas Sendang Pandawa Lima di Dukuh Tunjungan, Sendang Kiai Tunggul Wulung di Dukuh Bero, Sendang Tunjungsemi, Sendang Pucang, Sendang Sonorejo, Sendang Kedungkayen, dan Sendang Bedoro.

“Dulu ada Bupati Sragen juga yang datang ke sendang ini. Sendang ini masih menjadi punden warga Dimoro. Setiap tahun sekali dilakukan bersih desa berupa upacara jembulan dengan mengambil pasaran weton Jumat Pon. Sendang ini kalau ditelusuri mata airnya terhubung dengan Sendang Bluwak di Sambungmacan,” ujar Sakir.

Baca Juga: Akses Pengunjung Masuk Tawangmangu Ditutup Sementara Pada Minggu

Advertisement

Pertunjukan Wayang Kulit

Kepala Desa Bedoro, Pri Hartono, mengatakan  selalu menggelar bersih desa  dengan  menggelar pertunjukan wayang kulit.

Baru dua tahun terakhir, Pri tak menggelar pertunjukan wayang kulit karena ada pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pri menduga Bedoro ini desa yang kaya sendang dan dari delapan sendang yang ada itu masih terhubung.

“Di Sendang Pandawa Lima di Tunjungan itu memang jumlah sendangnya lima yang masing-masing memiliki mata air sendiri. Sekarang kondisinya sudah berubah. Biasanya ada acara bersih desa untuk memelihara tradisi di punden,” ujarnya.

Advertisement

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Massal di LP Sragen, 33 Napi Tak Divaksin Gegara NIK Tak Diketahui

Sesepuh warga Dimoro RT 030, Yatimi, 85, menyampaikan dulu sendang ini lebar dan terlihat akar-akar pohon yang besar. Akar-akar itu kemudian mengeluarkan air dan kemudian membentuk sendang.

Yatimi mengatakan dulu pernah ada orang yang laku prihatin di sendang ini dan ditunjukkan dua buah barang berwujud paying atau songsong Tunggul Wulung dan Kendi Pertolo. Yatimi tak mengetahui apakah dua barang yang wujud itu diambil atau tidak karena yang mejalani laku prihatin itu sekarang sudah meninggal dunia.

“Sampai sekarang sendang ini masih digunakan ketika ada hajatan pernikahan. Pengantin harus memutari sendang ini sebanyak tiga kali. Sampai sekarang tradisi itu masih ada. Kalau tidak melakukan dianggap tidak pener. Dulu juga ada yang sakit demam lalu diambilkan air dari sini dan diminumkan ternyata demamnya sembuh,” kisahnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif