Soloraya
Minggu, 23 April 2023 - 18:32 WIB

Astana Giribangun, Tempat Peristirahatan Terakhir Keluarga Cendana

Dhima Wahyu Sejati  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pintu masuk ke makam utama yang merupakan makam Soehaeto dan istrinya, Tien Soeharto. (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, KARANGANYAR—Keluarga Cendana pernah lama berkuasa di Indonesia. Sejak 1968 sampai 1998 Seoharto menjabat menjadi presiden terhitung selama 32 tahun. Masa pemerintahanya itu sekaligus menjadi yang terlama.

Sejak lengser sebagai presiden pada 1998, Soeharto tidak banyak lagi terlibat kegiatan politik yang kala itu sedang memulai babak baru.

Advertisement

Hingga 2008, setelah menjalani perawatan, Soeharto dinyatakan wafat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.

Presiden kedua Indonesia itu menyusul Siti Hartinah atau Tien Soeharto yang merupakan istrinya. Tien lebih dulu mendahului dan wafat pada 1996 lantaran sakit.

Advertisement

Presiden kedua Indonesia itu menyusul Siti Hartinah atau Tien Soeharto yang merupakan istrinya. Tien lebih dulu mendahului dan wafat pada 1996 lantaran sakit.

Soeharto dimakamkan tepat di samping makam Tien. Keduanya dimakamkan di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar. Makam itu merupakan malam khusus untuk Keluarga Cendana, sebutan keluarga Soeharto.

Makam itu diusulkan oleh Tien. Dia meminta agar dibuatkan makam khusus di wilayah perbukitan Matesih, Karanganyar itu.

Advertisement

Tien sendiri bergelar Raden Ajeng (RA), dia merupakan keturuan Mangkunegaran III. Maka cukup beralasan mengapa dirinya memilih tempat tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Solopos.com, Tien sebelum wafat, sering berziarah ke makam Mangkumegaran III.

Juru kunci makam, Sukirno, mengatakan Astana Giribangun kali pertama dibangun pada 1974 dan selesai 1976. Terdapat makam utama atau Cungkup Argosari yang kali pertama ditempati oleh orang tua Tien Soeharto yakni Hatmanti Hatmohoedojo dan Soemoharjo.

“Total di makam utama ada lima, Pak Harto, Ibu Tien, kedua orang tua Ibu Tien, dam kakak kandung Siti Hartati Odang,” kata dia, Minggu (23/4/2023).

Advertisement

Dia mengatakan Astana Giribangun cukup ramai di momen tertentu. Salah satunya ketika Ruwah dalam kalender Jawa, atau tepat sebelum puasa Ramadan. “Parkirnya bisa sampai bawah, penuh,” kata dia.

Bulan Ruwah memang sudah menjadi tradisi masyarakat untuk mendoakan arwah para leluhur. Dia juga mengatakan dari keluarga Cendana masih rutin mengunjungi makam. “Anak-anaknya Ibu Tien masih sering ke sini, tapi Pak Tomy sepertinya tidak datang, mungkin sibuk,” lanjut dia.

Bahkan, pengunjung makam ada yang datang dari luar negeri seperti Jerman, Belanda, Malaysia, sampai Singapura. Tidak terkecuali para pengunjung domestik baik dari Jawa maupun luar Jawa.

Advertisement

Bukan karena keramat makam Soeharto ramai. Solopos.com berbincang dengan salah satu pengunjung asal Madiun. Dia sengaja datang ke makam bukan karena semata sosok Soeharto, melainkan sudah menjadi tradisinya untuk berkunjung ke makam penggede.

“Prinsipnya menziarahi makam para penggede. Saya sudah sejak bujang zairah makam, termasuk ke sini,”

Dia mengungkapkan itu merupakan satu bentuk penghormatan sekaligus mendoakan jasa para penggede. “Bukan karena semata Pak Harto. Ke sini ya sekalian main sama Istri berdua,” kata dia

Catatan Solopos.com, total terdapat tiga cengkup yang disebut Argotuwuh, Argokembang, dan Argosari. Satu bagian cungkup utama dan dua bagian cungkup lainnya merupakan calon makam yang diperuntukkan bagi keluarga dan para pengurus Yayasan Mangadeg.

Cungkup Argosari merupakan cungkup utama di Astana Giribangun. Seperti yang sudah disebut di awal, makam itu ditempati anggota utama Keluarga Cendana, termasuk orang tua Tien Soeharto.

Lalu, Cungkup Argokembang merupakan tempat makam yang dikhususkan untuk para pengurus Mangadeg. Selain itu keluarga akbar Mangkunegaran lainnya yang dianggap bermanfaat kepada yayasan juga diperbolehkan menempati.

Tingkat paling bawah yakni Cungkup Argotuwuh merupakan cungkup terluar dari astana ini, diperuntukkan bagi para pengurus Yayasan Mangadeg atau keluarga besar Mangkunegaran, sama seperti Cungkup Argokembang.

Lokasi makam yang berada di perbukitan membuat suasana makam terasa asri. Selain itu, gaya arsitektur makam yang didominasi gaya Jawa membuat kesan tersendiri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif