Asuransi pertanian akan diberikan kepada petani yang mengalami gagal panen.
Solopos.com, SRAGEN — Kementerian Pertanian (Kementan) dituding bersikap dikriminatif karena hanya memberikan program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) kepada petani yang menggarap lahan pertanian selain tadah hujan.
Anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Makmur, Desa Katelan, Kecamatan Tangen, Sragen, Sri Wahono, mengatakan musibah gagal panen hampir merata terjadi di Sragen.
Hal itu tidak hanya dialami petani yang mengandalkan saluran irigasi, tetapi juga petani tadah hujan.
Hal itu tidak hanya dialami petani yang mengandalkan saluran irigasi, tetapi juga petani tadah hujan.
“Baik petani tadah hujan atau petani yang mengandalkan saluran irigasi tahun ini banyak yang mengalami gagal panen. Kalau asuransi itu tidak berlaku untuk petani tadah hujan, itu artinya Kementan bersikap diskriminatif,” terang Sri Wahono, Jumat (23/10/2015).
Sri Wahono menyambut baik kebijakan baru Presiden Jokowi yang memberikan layanan asuransi kepada petani. Namun, dia berharap layanan itu bisa diakses semua petani tanpa membedakan jenis lahan yang digarap.
Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari, mengatakan program AUTP baru memasuki tahap awal. Tidak menutup kemungkinan, kata dia, program AUTP akan menyasar semua kalangan petani.
“Semoga ke depan bisa mencakup semua, termasuk kepada petani yang menggarap lahan tadah hujan,” katanya.
Eka mendukung program AUTP sebagai gebrakan baru Jokowi di bidang pertanian. Dia mengakui potensi gagal panen akibat bencana alam seperti banjir, kekeringan serta serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) masih perlu diwaspadai.
“Walau dikatakan cukup aman dari permasalahan tersebut, kewaspadaan perlu ditingkatkan mengingat Kabupaten Sragen dilintasi Sungai Bengawan Solo. Intensitas hujan yang tinggi di bagian hulu biasanya akan mengakibatkan banjir. Selain itu, ada hamparan sawah di sepanjang jalur lalu lintas yang rentan dengan serangan OPT,” papar Eka.
Salah satu persoalan yang muncul, lanjut Eka, klaim asuransi ini hanya berlaku bila kerusakan lahan sama atau lebih besar dari 75%. Dengan begitu, klaim asuransi ini tidak bisa dicairkan untuk petani yang mengalami kerusakan lahan di bawah 75%.
“Ke depan diharapkan asuransi ini bisa menjangkau petani dengan kerusakan lahan tingkat sedang. Asuransi ini diharapkan tidak hanya untuk petani yang menanam padi, tetapi juga menyentuh kegiatan usaha tani untuk komoditas lain. Khususnya yang memiliki risiko gagal panen cukup tinggi,” jelas dia.