Soloraya
Jumat, 25 Maret 2016 - 14:00 WIB

BANJIR SUKOHARJO : Normalisasi Kali Langsur Sukoharjo Terancam Batal, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para siswa SMK Bina Patria 2 Sukoharjo melintas di tepi sawah di Gawangan, Bulakrejo, Kecamatan Sukoharjo, Sukoharjo, yang terendam air luapan Kali Langsur, Rabu (3/2/2016) pagi. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Banjir Sukoharjo, normalisasi Kali Langsur terancam batal karena masalah kewenangan.

Solopos.com, SUKOHARJO–Kegiatan normalisasi Kali Langsur, Sukoharjo terancam batal setelah pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sukoharjo menghentikan tahapan pendataan. Penghentian pendataan dilakukan setelah pihak BPN mendapatkan informasi bahwa kewenangan Kali Langsur berada di otoritas Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS).

Advertisement

Tahun ini, BPN Sukoharjo menghentikan kegiatan pendataan walau 40% lahan sepanjang aliran Kali Langsur telah dilakukan pencocokan kepemilikan. Akibat berhentinya kegiatan itu bencana genangan air atau banjir akibat luapan dari Kali Langsur diprediksi masih terus dialami masyarakat Sukoharjo.

Penegasan itu disampaikan Kepala BPN Sukoharjo, Budi Santoso melalui Kasubsi Pengaturan Tanah Kering BPN Sukoharjo, Yustinus Hadyanto, Kamis (24/3/2016).  Menurutnya, pihak BPN Sukoharjo menghentikan tahapan inventarisasi lahan setelah jalur Kali Langsur menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS).

Advertisement

Penegasan itu disampaikan Kepala BPN Sukoharjo, Budi Santoso melalui Kasubsi Pengaturan Tanah Kering BPN Sukoharjo, Yustinus Hadyanto, Kamis (24/3/2016).  Menurutnya, pihak BPN Sukoharjo menghentikan tahapan inventarisasi lahan setelah jalur Kali Langsur menjadi kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS).

Tahapan pengukuran tanah pernah dilakukan petugas BPN Sukoharjo kemudian berhenti di tahapan pendataan. Sekadar mengingatkan normalisasi Kali Langsur merupakan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo mengatasi peristiwa banjir.

“Pengukuran tanah sudah rampung dilakukan kemudian petugas BPN melanjutkan dengan tahapan pendataan dengan mencocokan kepemilikan lahan. Pencocokan dilakukan agar ada validasi data. Pencocokan dibutuhkan agar tanah yang akan terkena normalisasi Kali Langsur jelas kepemilikan,” katanya.

Advertisement

Lebih lanjut Yustinus menyebutkan selain Kali Langsur, BBWSBS juga memiliki kewenangan terhadap selokan di Jalan Jenderal Sudirman atau jalan protokol Sukoharjo. Dia berharap, penanganan BPN tuntas dan tidak meninggalkan sengketa.

“Jadi tahun ini pekerjaan stagnan (berhenti). Jika BBWSBS memberikan lampu hijau baru dilanjutkan lagi,” jelasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Widodo kepada wartawan seusai mengikuti rapat Pansus di Gedung DPRD Sukoharjo menegaskan, dirinya hanya berwenang membayar.
“Pembebasan tanah menjadi kewenangan dinas terkait. DPPKAD akan membayar jika persyaratan administrasi lengkap.”

Advertisement

Menurutnya, ganti rugi diberikan kepada pemilik lahan yang terkena proyek normalisasi Kali Langsur. Terpisah, seorang warga Sukoharjo, Wahyu berharap kegiatan normalisasi Kali Langsur tetap dilakukan agar banjir tak melanda wilayahnya. “Kami berharap, Pemkab Sukoharjo segera berkoordinasi dengan instansi berwenang menangani Kali Langsur agar normalisasi segera terlaksana.”

Sebelumnya, Februari 2015 lalu wacana normalisasi Kali Langsur yang dituding sebagai penyebab banjir di beberapa wilayah di Sukoharjo sejak 2012, dinilai mendesak direalisasikan untuk mengantisipasi bencana banjir. Namun, proyek di anak Sungai Bengawan Solo itu belum akan dilaksanakan pada 2015, karena terkendala pembebasan lahan.

Ketua DPRD Sukoharjo, Nurjayanto kepada wartawan menyampaikan anggaran pendampingan senilai Rp4,3 miliar untuk rencana normalisasi Kali Langsur ditiadakan setelah kegiatannya belum diketahui kejelasannya.

Advertisement

Sedianya proyek tersebut dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS). Pencoretan anggaran tersebut terpaksa dilakukan karena jika terus dianggarkan tetapi pekerjaan tak kunjung direalisasikan, dana tersebut dapat dianggap sebagai anggaran mencurigakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif