Soloraya
Jumat, 13 Januari 2023 - 16:29 WIB

Bantuan Alsintan Dorong Bertambahnya Petani Muda di Boyolali

Nimatul Faizah  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Masyarakat saat berada di area pertanian di daerah Kiringan, Boyolali, Kamis (12/1/2023). Renerasi petani milenial menjadi salah satu masalah di Kabupaten Boyolali. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI — Berdasarkan Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) Tahun 2018 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Boyolali ada sekitar 193.603 orang.

Dari jumlah tersebut, petani yang berusia di bawah 25 tahun adalah 1.882 orang. Kemudian yang berusia 25 – 34 adalah 14.834 orang, petani yang berusia 35 – 44 ada 36.669, usia 45 – 54 adalah 51.078, berusia 55 – 64 terdapat 48.161, dan petani yang berada di usia lebih dari 65 tahun sebanyak 40.979.

Advertisement

“Jumlah petani laki-laki sebanyak 146.059 orang dan petani perempuan sebanyak 47.544 orang. Sementara menurut kelompok umur lebih dari 72 persen petani berumur 45 tahun ke atas. Petani lansia pun tergolong cukup banyak yaitu sebanyak 40.979 orang [21 persen],” bunyi dalam abstraksi penjelasan SUTAS 2018 di laman BPS Boyolali seperti yang diakses Solopos.com, Rabu (11/1/2023).

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali, Bambang Jiyanto, mengungkapkan berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (Simluhtan), menyatakan di Boyolali terdapat 120.526 petani.

Kemudian, 12.939 orang di antaranya berusia 19 – 39 tahun atau petani milenial. Dengan data tersebut, berarti 1 dari 10 petani di Boyolali adalah milenial, sembilan sisanya berumur lebih dari 39 tahun.

Advertisement

“Penentuan milenial kan usia ya 19 – 39 tahun, kebetulan yang usianya itu jumlahnya ada 12 ribu sekian,” ujarnya dalam rilis yang diterima Solopos.com, Senin (9/1/2023).

Ia mengungkapkan Dispertan Boyolali melakukan pendekatan dan pembinaan kepada para petani milenial sehingga nantinya dapat menggantikan petani di atasnya.

Salah satu upaya yang dilakukan Dispertan Boyolali adalah dengan pemberian alat mesin pertanian (alsintan) seperti yang dilakukan di Teras pada Senin. Bantuan alsintan senilai hampir Rp1 miliar diserahkan kepada petani di 13 kecamatan.

Dalam kesempatan tersebut, diserahkan bantuan berupa satu buah traktor roda empat, sembilan unit traktor roda dua, cultivator sebanyak 13 unit dan alat tanam jagung sebanyak 75 unit.

Advertisement

“Kalau dulu hanya mencangkul sendiri menggunakan alat manual misal satu hektare kan lama. Begitu ada Alsintan kan bisa cepat. Nah, antara lain upayanya itu, orangnya sedikit tapi pekerjaan bisa banyak,” kata dia.

Tak hanya melalui peningkatan kualitas maupun kuantitas sarana prasarana pertanian. Upaya mendorong tumbuhnya petani milenial di Boyolali juga dengan kemudahan akses informasi, pembinaan petani lewat kelembagaan petani yang ada.

“Kemudian pengenalan metode bercocok tanam yang ramah lingkungan, sehat, dan organik. Mengimbau juga untuk petani menggunakan sarana IT [Informasi Teknologi] dan website dalam memasarkan produknya,” jawabnya lewat pesan saat dihubungi Solopos.com, Selasa (27/12/2022).

Terkait sedikitnya jumlah petani milenial, menurut Bambang, yang perlu diangkat adalah cara agar ada generasi penerus yang suka dan tertarik untuk mengelola pertanian.

Advertisement

“Kalau ditanya faktor apa saja yang menjadi keengganan anak muda bertani, yang paling pas ditanyakan ke anak-anak muda yang menekuni profesi sebagai petani dan yang tidak. Pasti jawabannya lebih jujur,” kata dia.

Pertanian Era Revolusi 4.0

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof. Samanhudi, mengungkapkan salah satu peran perguruan tinggi di bidang pertanian adalah merancang integrated farming system.

“Ini harus diberikan kepada generasi muda yang ada, teknologi harus diberikan kepada mereka. Kalau dihadapkan dengan peralatan zaman dulu seperti cangkul, arit, luku, pecit, dan sebagainya enggak nyandak mereka,” kata dia saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Sosialisasi Sensus Pertanian (ST2023) di Solo, Rabu (21/12/2022).

Advertisement

Samanhudi mengungkapkan dengan adanya teknologi menjadi daya tarik sendiri bagi anak muda menjadi petani milenial.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan terkait adanya Pertanian Era Revolusi Industri 4.0 dimana penggunaan teknologi baru dan canggih di bidang pertanian terintegrasi dalam satu sistem dengan melibatkan petani dan stake holder dari hulu hingga hilir.

“Kemajuan atau perkembangan dari industri 1.0 sampai 4.0 sangat pesat sekali, kalau kita semua tidak mengikuti perkembangan tersebut, kita bisa tergilas,” kata dia.

Prof Samanhudi mengungkapkan pada pertanian 4.0 mengandalkan robot, sensor, peta digital yang real time terkait kondisi hara, serangan hama penyakit, pemberian air, pupuk dan pestisida dengan tepat, serta pemanfaatan lebih optimal energi matahari dan air laut untuk menghasilkan pangan.

Tak hanya itu, pada pertanian 4.0 telah ada pengendalian sistem pertanian jarak jauh, pertanian berbasis data, chatbots untuk membantu petani memecahkan masalah di usaha tani, penggunaan drone untuk perencanaan dan monitoring, nano partikel untuk pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan biosensor untuk pertanian presisi.

Dalam kesempatan yang sama, dekan yang juga guru besar bioteknologi pertanian UNS tersebut, memaparkan beberapa masalah ke depan di bidang pertanian salah satunya adalah konversi lahan.

Advertisement

“Konversi lahan ini menjadi sesuatu yang sulit dihindari karena sama-sama penting. Biasanya membuka lahan kan untuk papan. Nah, papan dan pangan sama pentingnya. Masyarakat atau penduduk terus bertambah, artinya kebutuhan untuk rumah juga bertambah. Belum lagi kebutuhan untuk pabrik, tol, dan lain-lain,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif