Soloraya
Minggu, 8 Januari 2012 - 09:14 WIB

BCB Ohh BCB, Lebih Sulit Memanfaatkan, Ketimbang Mengkajinya

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kompleks Benteng Vastenberg dilihat dari atas (dok)

Kompleks Benteng Vastenberg dilihat dari atas (dok)

Seperti angin pagi yang menyejukkan dunia, harapan itu datang setelah Pemkot Solo membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Banyak orang berharap, tim yang diketuai Kusumastuti itu menjadi lokomotif utama kebangkitan pamor cagar budaya di Kota Bengawan. “Itulah sebabnya, kami sepakat untuk memprioritaskan bangunan tertentu sebagai bahan kajian 2012 ini,” kata Kusumastuti kepada Solopos.com, Sabtu (7/1/2012).

Advertisement

Sebagai kota tua, Solo memang dipenuhi hamparan benda cagar budaya (BCB). Namun, tak sedikit BCB yang terbengkalai. Tengoklah Benteng Vastenburg di jantung kota yang tak terurus itu. Bangunan warisan kolonial Belanda itu, tak ubahnya duri dalam daging. Ia adalah aset budaya sekaligus masalah yang kompleks. Itulah barangkali yang membuat TACB menjadikan Vastenburg sebagai materi riset utamanya.

“Vastenburg kami utamakan. Kajian kami mulai dari sejarahnya, nilai arsiteknya,tata ruangnya, hingga arkeologinya. Dan itu membutuhkan waktu sekitar lima bulan,” jelas Kusumastuti.

Saat ini, kata Kusumastuti, APBD Solo memang menganggarkan dana untuk TACB senilai Rp300-an juta. Anggaran itu sudah termasuk untuk labelisasi BCB. “Ya, cukup dan tidaknya, tergantung nanti,” terangnya.

Advertisement

Vastenburg hanyalah satu di antara sekian ratus BCB yang akan menjadi kajian TACB. Berderet daftar nama-nama BCB lainnya juga telah menanti untuk dilakukan riset di sepanjang 2012 ini. Ada Gereja Purbayan,sejumlah bangunan di Loji Wetan, Brigif di kawasan Balaikota, Bank Indonesia, hingga Harmoni Society.

“Ini pekerjaan tak gampang. Kami harus melibatkan pakar BCB khusus bangunan, khusus benteng, hingga persoalan dengan pemilik bangunan,” kata Kusumastuti.

Ada lagi yang tak boleh dilupakan TACB selain melakukan riset BCB.Tantangan itu ialah menemukan kembali keselarasan antara realitas potensial dengan realitas kekinian. Pendek kata, bagaimana memperlakukan BCB agar tetap memiliki nilai potensial di tengah gempuran kapitalis.

Advertisement

(JIBI/SOLOPOS/Aries Susanto)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif