SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)–Industri tekstil mengaku keberatan dengan kebijakan pemerintah yang memberlakukan bea masuk atas barang impor sebesar 5% di tengah tuntutan untuk merestrukturisasi mesin-mesin produksi. Chairman Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudradjat, mengungkapkan Peraturan Menteri Keuangan No 241/PMK 011/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Penataan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, membuat kalangan industri tekstil resah. Pasalnya, hampir 99% barang modal untuk industri tekstil, termasuk mesin produksi dan bahan bakunya tidak dibuat di Indonesia.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Kalau alasannya bea masuk itu digunakan untuk melindungi produksi dalam negeri, sedangkan 99% barang modal kami dari impor, terus apa yang akan diproteksi, yang ada malah akan memberatkan, bahkan membunuh kami,” kata Ade saat ditemui wartawan di Novotel Hotel, Kamis (27/1). Padahal, menurut Ade, restrukturisasi mesin produksi tekstil, untuk saat ini sudah menjadi tuntutan, bahkan masanya sudah terlambat.

“Mesin-mesin yang digunakan sekarang sudah harus diperbaharui. Kalau kami masih menggunakan mesin lama, juga akan merugikan. Karena mesin lama itu konsumsi listriknya lebih boros, beda dengan mesin baru, selain lebih irit listrik, jumlah produksinya juga lebih banyak hingga dua kali lipat,” ujar dia.

Apalagi, pengenaan bea masuk itu juga berlaku untuk bahan baku serat, sehingga semua industri di hulu, seperti mesin produksi, suku suku cadang, bahan baku serat dikenakan bea masuk. Seharusnya, kata Ade, pengenaan bea masuk bukan hanya industri di hulu, karena memang hampir semua impor.

m97

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya