Soloraya
Kamis, 27 Januari 2011 - 20:00 WIB

Bea masuk ganjal restrukturisasi mesin tekstil

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solo (Espos)–Industri tekstil mengaku keberatan dengan kebijakan pemerintah yang memberlakukan bea masuk atas barang impor sebesar 5% di tengah tuntutan untuk merestrukturisasi mesin-mesin produksi. Chairman Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudradjat, mengungkapkan Peraturan Menteri Keuangan No 241/PMK 011/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Penataan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, membuat kalangan industri tekstil resah. Pasalnya, hampir 99% barang modal untuk industri tekstil, termasuk mesin produksi dan bahan bakunya tidak dibuat di Indonesia.

Advertisement

“Kalau alasannya bea masuk itu digunakan untuk melindungi produksi dalam negeri, sedangkan 99% barang modal kami dari impor, terus apa yang akan diproteksi, yang ada malah akan memberatkan, bahkan membunuh kami,” kata Ade saat ditemui wartawan di Novotel Hotel, Kamis (27/1). Padahal, menurut Ade, restrukturisasi mesin produksi tekstil, untuk saat ini sudah menjadi tuntutan, bahkan masanya sudah terlambat.

“Mesin-mesin yang digunakan sekarang sudah harus diperbaharui. Kalau kami masih menggunakan mesin lama, juga akan merugikan. Karena mesin lama itu konsumsi listriknya lebih boros, beda dengan mesin baru, selain lebih irit listrik, jumlah produksinya juga lebih banyak hingga dua kali lipat,” ujar dia.

Apalagi, pengenaan bea masuk itu juga berlaku untuk bahan baku serat, sehingga semua industri di hulu, seperti mesin produksi, suku suku cadang, bahan baku serat dikenakan bea masuk. Seharusnya, kata Ade, pengenaan bea masuk bukan hanya industri di hulu, karena memang hampir semua impor.

Advertisement

m97

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif