SOLOPOS.COM - Kondisi Koridor Pasar Gede Ketandan yang hampir rampung dibangun di Jl RE Martadinata, Solo, Jumat (13/10/2023). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO– Kawasan Ketandan, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo ramai sejak pagi sampai malam sebelum adanya kerusuhan pada 1998 di Kota Solo. Pemerintah harus komitmen jika ingin menghidupkan kawasan Ketandan.

“Jalan Ketandan sekarang bertolak belakang dengan dulu. Aktivitas toko sangat ramai sejak pagi sampai malam,” kata Ketua Yayasan Klenteng Tien Kok Sie, Sumantri Dana Waluya, kepada Solopos.com, Sabtu (14/10/2023) siang.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menurut dia, pertokoan dulunya dibuka sampai pukul 21.00 WIB, namun kini semua toko tutup sejak sore kecuali salah satu toko sepatu tetap buka sampai malam hari. Kondisi kawasan Ketandan atau Jl RE Martadinata sepi setelah pukul 18.00 WIB.

“Beda dengan kawasan Coyudan, yang seperti kawasan Ketandan dahulu kala,” paparnya. Menurut dia, pemilik toko menutup usahanya sore hari karena menyimpan trauma kerusuhan pada 1998.

“Setelah kerusuhan, mereka itu punya perasaan yang mencekam. Kalau buka toko pukul 16.00 WIB sudah tutup. Terus tetangga kiri kanan melihat ada yang tutup, lama-lama semua ikut tutup,” ungkap dia.

Padahal, menurut Sumantri, kawasan Ketandan punya potensi untuk dimanfaatkan pada malam hari. Namun, Pemkot Solo harus kerja sama dengan pemilik toko di kawasan Ketandan untuk menghidupkan kawasan tersebut.

“Ada permasalahan yang harus dipikirkan, nanti ada kegiatan ada beberapa toko keluar-masuk mobilnya akan terganggu. Jadi harus disosialisasikan dengan pemilik rumah atau toko supaya mereka gak kaget dan menerima setiap Jumat dan Sabtu ada kegiatan seperti gak masalah,” jelas dia.

Sumantri menjelaskan kawasan Ketandan Solo bisa meniru upaya pemerintah Singapura dan Malaysia yang menghidupkan ekonomi di sejumlah jalan setempat. Masyarakat maupun turis mau datang menikmati produk UMKM dan atraksi seni budaya yang menunjang.

“Saya melihat jalan-jalan di Singapura itu bagus sekali, toko tetap buka, namun di depan-toko ada yang jualan makanan dan jualan apa saja. Mereka bersinergi dan suasananya nyaman,” ujar dia.

Menurut dia, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) berkunjung ke Singapura dan Malaysia. Para turis dari Indonesia merasa tidak ada beban karena kawasan tersebut dikelola pemerintah.

“Gak ada swasta kayak parkir dadakan, awur-awuran, selter-selter UMKM tidak ada yang komersialkan semaunya, pemerintah benar-benar memperhatikan,” ungkap dia.

“Yang perlu diperhatikan pemerintah, perparkiran harus dikelola dengan baik karena sering terjadi di tempat wisata biasanya muncul juru parkir liar dan tarifnya semaunya. Contohnya di Masjid Sheikh Zayed sebelum ditertibkan,” tambahnya. Dia mengatakan Pemkot Solo juga harus memikirkan persoalan sampah setelah event.

Sebelumnya, Kepala Dinas DPUPR Kota Solo Nur Basuki Koridor mengatakan Pemkot Solo melakukan penataan Koridor Pasar Gede Ketandan untuk menghidupkan potensi yang sudah ada di kawasan tersebut. Progres pembangunan sudah mencapai sekitar 60 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya