SOLOPOS.COM - Kendaraan melewati Gapura Batas Kota Boyolali, beberapa waktu lalu. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com , BOYOLALI–Sebuah gapura di perbatasan Kecamatan Mojosongo dan Boyolali dikenal dengan nama Gapura Batas Kota (Baskot) Boyolali. Ternyata gapura di Jl. Pandanaran itu berusia hampir satu abad atau 100 tahun.

Warga silir berganti melintas melewati Gapura Baskot Boyolali setiap hari. Lokasinya berada di pinggir Jl. Pandanaran masuk wilayah Siswodipuran.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Warga Boyolali, Luqman Hakim, mengaku hampir setiap hari melewati Gapura Baskot Boyolali. Namun, ia tak tahu gapura itu peninggalan zaman Pakubuwono (PB) X.

“Kalau Baskot ya cuma batas kota, kadang pun cuma jadi penanda kuliner bakso baskot. Enggak ngeh kalau ada gapura bersejarah,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di Boyolali, Minggu (23/4/2023).

Laki-laki kelahiran 2004 mengira gapura itu dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali.

Salah satu pegiat sejarah, Wahid Nur Rifai Sukma Panglembara, sempat menuliskan konten terkait Gapura Baskot Boyolali akun Instagramnya, @onceuponatimeboyolali pada 12 Maret 2023 lalu.

“Menurut prasasti yang ada di gapura, gapura ini didirikan untuk memperingati ulang tahun Susuhunan Pakubuwana X 22 Rejeb 1867 tahun Jawa atau 8 Oktober 1936 Masehi,” tulis Panglembara dalam akun @onceuponatimeboyolali.

Didirikan pada 1936, umur Gapura Batas Kota Boyolali sudah hampir satu abad atau tepatnya 87 tahun.

Dihubungi Solopos.com pada Minggu (23/4/2023), Panglembara mengatakan tidak ada tulisan lebih lanjut terkait siapa yang mendirikan gapura tersebut.

Itu berbeda dengan gapura-gapura di Solo karena ada yang membangun, semisal putra putri dari Pakubuwono (PB) X.

Terpisah, pegiat sejarah Mbo’ja Lali, Ody Dasa Fitranto, menyampaikan prasasti yang dibuat pada era PB X ini hanya ada dua yang berada di wilayah Nagaraagung yaitu Boyolali dan Kota Gede.

Ody menguatkan pernyataan Panglembara bahwa gapura tersebut dibuat untuk peringatan ulang tahun ke-72 PB X.

“Gapura berinskripsi ini istimewa, karena sampai saat ini hanya ditemukan dua buah gapura berinskripsi terkait PB X yang terletak di luar Kuthanagara, yaitu di Boyolali ini dan 1 lagi di Kotagede. Seperti yang diketahui, wilayah Boyolali termasuk Nagaragung dari Kasunanan Surakarta,” jelasnya.

Ody menyebut persebaran prasasti era Pakubuwono X meliputi wilayah Kuthanagara yaitu Solo, Nagaragung yaitu Kabupaten Boyolali dan Kotagede, dan Mancanagara Kilen atau Cilacap. Sedangkan di wilayah Sokawati, Mancanagara timur, dan pasisir belum ditemukan prasasti PB X.

“Berdasar kajian yang dilakukan oleh mas Rendra Agusta dari Sraddha Sala, dijelaskan bahwa telah dibangun berbagai gapura terkait dengan Sunan PB X, yaitu berupa Gapura Batas Kutanegara, baik yang berinskripsi bagian timur di Jurug, barat di Kleco, dan selatan di Grogol,” ujarnya.

Ada juga gapura yang tidak berinskripsi pada bagian utara di Kandangsapi, selatan di Kwarasan atau Tanjunganom, barat di Makamhaji, dan timur di Mojo.

Ada pula gapura kompleks keraton, baik yang berinskripsi di belakang beteng dan di Pasar Klewer atau Slompretan. Lalu yang tidak berinkripsi yaitu Gapura Gladag dan Gapura Alun-alun Kidul.

Ody menjelaskan inskripsi atau tulisan pada prasasti yang dibuat pada era PB X bertujuan sebagai peringatan pendirian suatu bangunan, sebagai peringatan ulang tahun atau wiyosan dalem, maupun peringatan naik tahta atau jumenengan dalem.

“Pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono X, banyak revitalisasi bangunan Keraton Surakarta yang ditandai dengan pembuatan prasasti,” ujarnya.

Kondisi Fisik

Ody mengatakan kondisi fisik Gapura Baskot Boyolali masih bagus. Bahkan inskripsi masih relatif bagus dan terawat. Namun, ia menyayangkan di daerah dekat gapura ada warga yang meletakkan sampah.

“Rasanya kok kurang menghargai peninggalan PB X,” jelasnya.

Terkait alasan gapura diletakkan di Boyolali, ia mengaku belum tahu secara jelas. Dia menduga karena Boyolali memiliki keistimewaan terkait adanya beberapa pesanggrahan yang berkaitan dengan PB X.

Ia menyebut Pesanggrahan Pracimoharjo Paras termasuk pesanggrahan yang mewah. Bahkan, ia menyebut pesanggrahan tersebut merupakan tiruan mini Keraton Surakarta.



Pernah ada juga Pesanggrahan Madusita di Ampel. Selain itu, tanah keraton juga banyak disewa untuk perkebunan dan pabrik di Boyolali.

“Ada pabrik kopi di Sukabumi Cepogo, sekarang jadi Alun-Alun Cepogo. Sisa bangunannya masih terlihat. Lalu pabrik teh di Candi Ampel, sisa bangunannya di halaman kantor Kecamatan Ampel. Mungkin itu alasan Boyolali dianggap penting oleh PB X” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya