SOLOPOS.COM - Ilustrasi tv analog yang harus menggunakan STB agar masih bisa siaran. (Freepik).

Solopos.com, SOLO — Mahalnya harga Set Top Box atau STB membuat seorang warga Kampung Kadirejo, Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres, Solo, Sriyono, merasa galau. Sriyono tidak bisa menonton tayangan Piala Dunia di televisi rumahnya sendiri.

TV di rumahnya masih model tabung. Perlu STB agar bisa menangkap siaran TV digital. Namun, harga STB yang cukup mahal memberatkan bagi Sriyono yang sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir ini.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebagai pencinta sepak bola, ia pun terpaksa menyingkirkan rasa sungkan dengan numpang ke rumah tetangganya agar bisa menonton pertandingan Piala Dunia yang tengah berlangsung di Qatar.

Sriyono tidak ingin melewatkan pertandingan baik Piala Dunia maupun Liga I Indonesia. “[Nonton Piala Dunia] Ke tempatnya tetangga, tetangga sudah ada yang punya [STB],” katanya saat ditemui Solopos.com di parkiran Pasar Gede, Solo, Rabu (14/12/2022).

Sriyono mengatakan ada banyak tetangganya di Kadirejo, Solo, yang belum punya STB. Mereka kebanyakan pergi ke tempat tetangganya yang sudah punya STB atau TV digital untuk bisa menonton televisi.

Baca Juga: 1 Set Top Box Ternyata Bisa Dipakai untuk 2 TV, Begini Cara Pasangnya!

Menurut Sriyono, warga lingkungan setempatnya punya rasa paseduluran yang kuat dan guyub rukun. Sehingga mereka yang sudah punya STB mempersilakan tetangga lainnya menonton TV di rumah mereka.

“Tetangga mempersilakan bila ingin menonton TV di rumahnya, karena sudah seperti saudara sendiri, jarak rumahnya dengan saya tidak sampai tiga meter,” jelasnya.

Bantuan STB

Sriyono tidak tahu menahu soal bantuan STB untuk TV digital dari pemerintah. Bila tidak mendapat bantuan dari pemerintah, Sriyono mengatakan berniat membeli STB dengan menyisihkan tabungan.

Baca Juga: Diskominfo SP Solo Sebut 9.265 STB Gratis Sudah Dibagikan ke Warga Tak Mampu

“Rencananya beli sendiri, karena siaran Piala Dunia sudah ditunggu lama, pengin nonton enggak bisa,” katanya. Sementara itu, tukang becak yang mangkal di Pasar Klewer, Solo, Subiat, mengaku sudah sekitar satu bulan ini tidak menonton TV karena belum punya STB.

“TV-nya bisa hidup, tapi tidak ada gambarnya, hanya kunang-kunang,” terangnya. Subiat lebih memilih tidak menonton TV ketimbang harus membeli STB yang mahal. Kondisi keuangan membuatnya belum bisa membeli perangkat tersebut.

Di sisi lain, ia dan istrinya tidak berani untuk menumpang nonton televisi ke rumah tetangganya karena budaya lingkungan yang tidak begitu akrab.

Baca Juga: STB TV Digital di Solo Langka dan Harga Melambung, Termurah Rp355.000

Saat ini, TV-nya sudah tidak bisa dipakai lagi dan tak ubahnya barang rongsokan. Subiat mengaku sudah mendengar informasi terkait bantuan STB dari pemerintah, namun bantuan STB belum menjangkaunya.

“Katanya ada bantuan, tapi saya tidak dapat,” kata dia. Subiat tinggal bersama istrinya di Jombor Indah, Sukoharjo. Setiap harinya, ia menjadi tukang becak sewaan di Pasar Gede.

Sementara warga Kabangan, Kecanatan Laweyan, Hartono, mengaku punya nasib sama sengan Subiat. Sejak Analog Switch Off (ASO), ia tidak menonton TV karena belum punya STB atau TV digital. “Saya punya-nya TV mlendung [tabung], kalau gepeng [flat] belum punya, jadi ya tidak nonton TV,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya