SOLOPOS.COM - Sebanyak 43 guru SMK se-Kabupaten Sragen mengikuti Workshop Penguatan Implementasi Kurikulum Merdeka pada Sabtu (20/8/2022) di Hotel Surya Sukowati. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Belum semua SMK di Kabupaten Sragen menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran baru 2022/2023. Dari 54 SMK, baru 40 sekola yang sudah menerapkannya.

Hal tersebut disampaikan pengurus Musyarawah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Kabupaten Sragen, Sutikno, di sela-sela Workshop Penguatan Implementasi Kurikulum Merdeka di Hotel Surya Sukowati, Sragen, Sabtu (20/8/2022).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ia mengatakan SMK yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka terhambat oleh keterbatasan fasilitas, guru, dan kerja sama dengan dunia industri yang belum siap. Sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka awalnya kesulitan mengubah mindset atau pola pikir para guru. Mereka menghadapi kendala bagaimana cara mengembangkan kurikulum yang baru.

“Jadi memang guru selalui dituntut untuk belajar hal yang baru,” ujarnya.

Ia menerangkan perbedaan dengan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya adalah pada pengembangan potensi lebih berfokus pada siswa. Jadi saat mengajar guru tidak hanya ceramah menyampaikan materi, siswa lebih banyak menemukan sendiri melalui praktik,” ujarnya.

Baca Juga: Ikut Seminar, Guru Swasta Boyolali Curhat Masih Kebingungan Soal IKM

Sementara itu, workshop ini diikuti 43 guru SMK se Kabupaten Sragen. Salah satu peserta workshop, Vina Candrasari, mengakui awalnya kesulitan menerapkan Kurikulum Merdeka. Karena baru mulai tahun ajaran baru ini, berbeda dengan SMK Pusat Keunggulan (PK) yang sudah mulai terlebih dahulu. Ia mengaku sudah mengikuti workshop IKM dua kali ini.

“Sebenarnya IKM jika diterapkan dengan baik, guru menjadi lebih enak. Karena materinya tidak pakem, bisa mengambil materi yang seusai dengan siswa. Tapi memang butuh penyesuaian,” tambah Guru Bahasa Jawa SMK Sukawati Gemolong ini.

Vina berharap adanya workshop semacam ini menjadikan guru lebih paham apa yang harus dilakukan dalam kurikulum merdeka tersebut.

Baca Juga: 58 SMP di Kota Solo Sudah Terapkan Kurikulum Merdeka, Ada Kendala?

Narasumber sekaligus Tim Penyusun Kurikulum Merdeka Tingkat Nasional, Arif Ediyanto, mengatakan kesulitan awal yang ditemui dalam penerapakan IKM adalah mengubah mindset guru untuk mau belajar hal baru.

“Guru dalam pemetaan awal harus bisa mengerti perbedaan gaya belajar, model belajar, dan tipe kecerdasan siswa. Kemudian dari hasil pemetaan tersebut bisa dikembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan siswa,” tambah salah satu penulis perusahaan penerbit Erlangga ini.

Arif mengatakan dalam Kurikulum Merdeka, program keahlian kejurusan yang ada di SMK dikembangkan lagi menjadi konsentrasi keahlian. Misalnya program keahlian akuntansi bisa mengambil konsentrasi keuangan, pemasaran, bisnis, atau digital marketing.

Baca Juga: Indonesia Butuh Cetak Biru Pedagogi Digital

Kemudian profil pelajar Pancasila juga menjadi tantangan baru untuk para guru, yang salah satunya diterapkan dalam pembiasaan atau budaya kerja. Arif berharap dengan adanya workshop semacam ini bisa membuka wawasan guru bahwa Kurikulum Merdeka bukan hal yang perlu ditakutkan tapi perlu disikapi, karena butuh penyesuaian atau adaptasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya