Soloraya
Rabu, 20 Januari 2016 - 00:30 WIB

BENCANA SOLORAYA : Februari, Waspada Longsor dan Banjir

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Selokarto, Menjing, Jenawi, Karanganyar, Sujarwo, menunjukkan rumah warga yang tertimpa material tanah longsor dari bukit yang berada di perbatasan Dusun Selokarto dan Sumberejo, Kamis (16/4/2015). (Bayu Jatmiko/JIBI/Solopos)

Antisipasi bencana Soloraya, BPTKPDAS memprediksi Februari mendatang diminta mewaspadai tanah longsor dan banjir.

Solopos.com, SOLO–Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) Surakarta meminta masyarakat Jawa Tengah mewaspadai ancaman bencana tanah longsor dan banjir pada Februari mendatang.

Advertisement

Data yang dihimpun Solopos.com dari BPTKPDAS Surakarta, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi paling rawan tanah longsor di Indonesia, selain Jawa Barat dan Sumatra Barat. Intensitas bencana tanah longsor di Jawa Tengah medio 2011-2015 tercatat 194 kejadian. Di Soloraya, wilayah rawan longsor terpantau di Wonogiri dan Karanganyar.

Sementara itu, 16 daerah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk wilayah langganan banjir. Jumlah kejadian banjir di 16 wilayah DAS Bengawan Solo sepanjang 2001-2015 tercatat 467 bencana alam. Dari data tersebut, intensitas banjir tertinggi di Soloraya terjadi di Klaten sebanyak 34 kejadian, Wonogiri 31 kejadian, Sragen dan Karanganyar 20 kejadian, serta Solo dan Boyolali sebanyak 18 kejadian.

Advertisement

Sementara itu, 16 daerah di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo termasuk wilayah langganan banjir. Jumlah kejadian banjir di 16 wilayah DAS Bengawan Solo sepanjang 2001-2015 tercatat 467 bencana alam. Dari data tersebut, intensitas banjir tertinggi di Soloraya terjadi di Klaten sebanyak 34 kejadian, Wonogiri 31 kejadian, Sragen dan Karanganyar 20 kejadian, serta Solo dan Boyolali sebanyak 18 kejadian.

Kepala BPTKPDAS Surakarta, Nur Sumedi, mengemukakan potensi bencana tanah longsor dan banjir di Jawa Tengah pada Februari tergolong tinggi karena curah hujan akan mencapai puncaknya pada bulan tersebut.

“Berdasarkan prediksi BMKG, Februari sampai Maret mendatang curah hujan masih tinggi. Masyarakat di Jawa Tengah diimbau mulai waspada banjir dan tanah longsor Februari,” terangnya saat membuka jumpa pers pemaparan hasil riset timnya mengenai potensi dan antisipasi banjir dan tanah longsor di ruang rapat BPTKPDAS Surakarta, Selasa (19/1/2016) siang.

Advertisement

“Yang harus diwaspadai, tanah longsor tidak hanya terjadi di wilayah yang baru. Area yang sebelumnya pernah longsor dan kerap dianggap sudah stabil juga berpotensi longsor,” jelasnya.

Selain dipicu curah hujan dengan intensitas tinggi (lebih dari 200 ml selama tiga hari berturut-turut) dan faktor alam lainnya seperti adanya sesar patahan dan tekstur tanah, Syahrul menyebut tanah longsor juga disebabkan perilaku manusia yang cenderung tidak merawat alam.

“Penyebab lain karena masyarakat memapras lereng, menambah beban lereng, sampai saluran drainase yang tidak diperhatikan. Warga bisa mengetes mandiri saat curah hujan sudah tinggi. Tinggal meletakkan bekas botol air mineral tanggung di area terbuka. Jika selama tiga hari sudah penuh, ini bisa jadi peringatan dini bencana longsor,” urainya.

Advertisement

Untuk mengantisipasi bencana tanah longsor, dikatakan Syahrul, warga yang tinggal di daerah rawan wajib mengenal tanda-tanda longsor di antaranya ada gejala tanah dan bangunan retak, pohon atau tiang listrik dan telepon miring, muncul mata air baru berwarna keruh, daun pintu atau jendela sulit dibuka dan ditutup, ada penyempitan jarak rumah ke tebing, penyempitan aliran sungai, serta terjadi amblesan.

Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Banjir BPTKPDAS Surakarta, Endang Savitri, mengemukakan hasil penelitiannya menunjukkan luasan tutupan hutan sebagai daerah tangkapan air di DAS Bengawan Solo saat ini tinggal 24%. “Kondisi ini diperparah dengan distribusi tutupan hutan yang mayoritas berada di wilayah hilir seperti Ngawi,” bebernya.

Endang menyarankan warga yang tinggal di wilayah hulu yang biasanya menutup lahannya dengan tegalan mulai mengalihkan penghijauannya dengan sistem agroforestri. Sistem penanaman yang mengombinasikan tanaman hutan dengan tanaman pertanian ini diklaim memiliki nilai ekonomi tinggi serta menekan risiko banjir.

Advertisement

Pakar hidrologi dari BPTKPDAS Surakarta, Irfan B. Pramono, menjelaskan dampak minimnya luas resapan di DAS Bengawan Solo saat ini ditambah gejala alam El Nino dan La Nina yang melanda Indonesia membuat wilayah Soloraya potensial mengalami banjir.

Disinggung soal potensi banjir di Solo Utara, Irfan menyebut potensinya sama besar dengan wilayah selatan mengingat konservasi hutan di wilayah hulu Kali Pepe tidak optimal.

“Hilir Kali Pepe saat ini didominasi permukiman. Harusnya hutan di Merapi dan Merbabu dipertahankan. Tidak diubah menjadi tegalan seperti saat ini. Selain itu, di hutan yang tersisa dibuat rorak [penahan air],” sarannya.

Advertisement
Kata Kunci : Bencana Soloraya
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif