SOLOPOS.COM - Warga Desa Ringinlarik, Musuk, menunjukan kotak batu yang berisi lempengan logam bertuliskan huruf Jawa kuno, Minggu (31/7/2016). Batu kuno ditemukan di lokasi proyek embung. (Hijriah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Benda bersejarah Boyolali, arkeolog menyebut lempengan kuning itu adalah pripih.

Solopos.com, BOYOLALI–Arkeolog Museum Boyolali, Pratiwi Yuwono, memastikan bebatuan yang ditemukan di lokasi proyek embung Dusun Kebon Luwak, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Boyolali, merupakan struktur batu candi.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kepastian adanya candi di kawasan Kebon Luwak diperkuat dengan temuan lempeng kuning yang ada dalam kotak batu. Lempeng kuning dalam kotak batu diketahui sebagai pripih.
“Kalau zaman dulu, pripih adalah syarat mendirikan candi. Pripih itu semacam sesaji berisi doa-doa agar pembangunan candi mendatangkan berkah atau raja yang berkuasa saat itu berjaya,” kata Pratiwi, saat ditemui Solopos.com, Selasa (2/8/2016).

Pripih biasanya diletakan di bagian bawah struktur candi. “Biasanya dalam kotak batu itu juga ada biji-bijian, padi, dan lempengan yang bisa terbuat dari emas maupun kuningan. Nah untuk yang di Kebon Luwak ini kami belum bisa pastikan bahannya dari apa.”

Pratiwi juga menyebut tulisan yang tertera dalam lempeng kuning itu adalah huruf kawi. Usia huruf kawi lebih muda dibandingkan dengan huruf Pallawa. “Kalau huruf Pallawa itu ada pada zaman kerajaan kuno sekitar abad 5 M sampai 6 M, sedangkan huruf kawi ini lebih muda, sekitar abad 11 M hingga 12 M,” ujar dia. Huruf yang tertera dalam lempeng kuning itu juga dipastikan adalah doa-doa atau mantra dari pemuka agama saat itu yang disajikan sebelum pembangunan candi.

Pratiwi berharap warga atau Pemerintah Desa (Pemdes) Ringinlarik melaporkan secara resmi temuan batuan kuno itu ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) agar ada penelitian lebih lanjut. Proyek embung juga harapannya bisa dihentikan agar bisa dilakukan penelitian bahkan kalau perlu sampai proses ekskavasi.

Menurut Pratiwi, temuan di Kebon Luwak ini cukup unik dan langka karena masih terdapat pripih. “Biasanya, pripih di candi-candi yang ditemukan sebelumnya, sudah tidak bisa ditemui karena dulu banyak yang mengaggap pripih itu sebagai harta karun sehingga biasanya sudah diambil orang.”

Sangat disayangkan jika temuan itu tidak ditindaklanjuti dengan penelitian. Saat ini, kondisi batu yang ditemukan memang sudah banyak berserakan dan berupa bongkahan. Namun, jika dilakukan ekskavasi dengan hati-hati, kemungkinan besar bisa mengungkap sejarah dan identitas candi.

Kendati sudah dipastikan adanya candi di lokasi proyek embung, namun Pratiwi belum bisa memastikan usia batuan tersebut. Namun, dengan melihat penggunaan huruf kawi, dipastikan usia candi tersebut lebih muda dibandingkan dengan Candi Prambanan dan Borobudur.

“Untuk memastikan masanya, harus melalui proses penelitian dulu. Saya belum berani menyampaikan usia batu, zaman candi atau masanya. Bahkan itu candi Hindu atau Budha, kami belum bisa pastikan.”

Sejarawan Museum Boyolali, R. Surojo, memperkirakan usia kerajaan yang berkembang di Kebon Luwak satu zaman dengan Candi Cetho karena huruf yang tertera dalam lempeng kuning adalah huruf kawi.

“Kalau huruf kawi itu artinya bukan zaman lama. Seumuran dengan Candi Cetho, Karanganyar, jadi kira-kira itu berkembang di zaman Majapahit, Majapahit akhir, tahun 1300-an M,” kata Surojo.

Dengan demikian, ujar dia, candi di Kebon Luwak tidak terkait candi lain di Lereng Merapi, seperti Candi Lawang di Gedangan, Cepogo, yang diketahui berkembang saat Mataram kuno abad 9 M.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya