Solopos.com, SRAGEN — Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sragen memfasilitasi pembentukan Forum Pembauran Kebangsaan untuk mewadahi warga dari berbagai suku dan etnis yang tinggal di Kabupaten Sragen. Warga dari berbagai etnis di Sragen itu diwadahi untuk saling merekatkan satu sama lain sehingga tercipta persatuan dan kesatuan.
Sosialisasi Forum Pembauran Kebangsaan itu digelar Badan Kesbangpol Sragen di Gedung KPRI Sragen, Kamis (6/7/2023). Sosialisasi itu diikuti 100 orang perwakilan beragam etnis di Sragen, seperti dari Jawa, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatra, Bandung, Medan, Banda Aceh, Minang, Batak, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi, Bali, Tionghoa, Timor Timur, Madura, dan Ambon. Sosialisasi itu dihadiri Plh. Asisten I Setda Sragen, Tugiyono dan Kepala Badan Kesbangpol, Sutrisna.
Sutrisna berharap dengan adanya forum tersebut bisa terwujud persatuan dan kesatuan seperti semboyan yang tertera dalam lambang Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. “Meskipun berbeda suku bangsa tetap bisa membaur dan saling bergotong-royong bersama. Apalagi menjelang Pemilu 2024, jangan sampai muncul potensi politik identitas. Upaya antisipasi konflik tersebut sudah diamanatkan dalam Permendagri,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com.
Forum bisa memberi saran dan rekomendasi kepada Pemkab Sragen terkait pembauran kebangsaan untuk mewujudkan kerukunan. Forum itu juga bisa membuat kegiatan dengan melibatkan semua suku bangsa yang ada di Sragen. Dalam kegiatan itu mereka bisa memunculkan budaya dari masing-masing daerah.
“Forum ini memang baru terbentuk sehingga butuh disosialisasikan kepada masyarakat Sragen. Forum ini dipimpin Wakil Bupati, Suroto. Kami tidak ingin konflik etnis terjadi sehingga dibutuhkan kerukunan bersama. Anggotanya ada 20 orang. Mereka ada yang dari Tionghoa, Kalimantan, Sunda, NTT, dan suku lainnya,” katanya.
Badan Kesbangpol Sragen akan memfasilitasi forum ini untuk sekadar mengadakan rapat-rapat.
Sementara itu, Plh. Asisten I Setda Sragen, Tugiyono, menerangkan berbeda itu indah dan kodrati. Oleh karenanya tidak perlu dipersoalkan apalagi jadi pemicu konflik. Dia mengingatkan untuk mewaspadai fitnah, mengolok-olok, adu domba, prasangka, hoaks, dan fake News di media sosial yang bisa mengancam pembaruan kebangsaan.
Dalam komunikasiuntuk pambauran, sambungnya, dibutuhkan prinsip benar, tidak dusta, lugas, efektif, kata-kata yang baik dan sopan, hormat, lembah lebut, dan mudah dimengerti.