SOLOPOS.COM - Ilustrasi orang membaca koran. (Reuters)

Solopos.com, SOLO — Sejak dulu Solo dikenal sebagai kota pers, ditandai dengan lahirnya surat kabar pertama dalam bahasa Jawa di Kota Solo. Bromartani namanya.

Pengamat sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto, mengatakan koran Bromartani merupakan produk jurnalistik pribumi pertama yang lahir di Kota Solo. Kelahiran Bromartani bersamaan dengan masa koran berbahasa Belanda bernama De Vorstenlanden.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Surat kabar Bromartani merupakan surat kabar berbahasa Jawa paling tua ya. Sekitar tahun 1855. Solo menjadi Kota Pers ya karena itu. Bersamaan dengan itu juga, terbit koran berbahasa Belanda De Vorstenlanden,” terang Susanto saat ditemui Solopos.com, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga: Serangan Umum I Tentara Pelajar Solo, Angka Unik Jadi Kode

Perjalanan Bromartani sebagai surat kabar pertama yang lahir di Solo cukup dinamis dan sempat berubah nama menjadi Jurumartani. Hingga lima-enam tahun kemudian, Jurumartani berubah kembali menjadi Bromartani.

Begitu juga yang dialami koran De Vorstenlanden. Pada 1880-an, surat kabar tersebut berubah namanya menjadi De Nieuwe Vorstenlanden. Meski surat kabar Bromartani tak hidup lama, Solo menjadi kota yang pertama memunculkan pers pribumi.

Menurut Susanto, perjalanan pers berbahasa Jawa di Kota Solo tak hanya berhenti di surat kabar Bromartani. Di dalam bangunan Sasana Mulya di kompleks Keraton Solo lahirlah media cetak baru pada kisaran 1980.

Baca Juga: 120 Karya Foto Sejarah PON Dipamerkan di Monumen Pers Solo

Majalah Baluwarti

Selaras dengan nama wilayahnya, media cetak tersebut diberi nama majalah Baluwarti. Hal tersebut dikatakan oleh salah seorang penggawa dan sastrawan Jawa, Daniel Tito. Ia bersama dua kawannya, Poer Adhi Prawoto dan Rusmadianto, para penggawa kesusastraan Jawa bersama-sama hidup dan menghidupi majalah Baluwarti.

Situasi sulitnya mendapatkan kertas untuk kebutuhan percetakan membuat majalah tersebut harus terhenti. Di bawah asuhan Gendon Humardani, yang namanya diabadikan pada bangunan Pendapa Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, majalah tersebut redup setelah empat kali terbit.

Baca Juga: Pameran ResPONs Solo, 121 Foto Rekam Perjalanan PON Selama 7 Dekade

“Terbitan-terbitan Solo juga, ada majalah Baluwarti [1980 hingga 1982], dulu terbit di Sasana Mulya di bawah asuhan Gendon Humardani. Hanya empat kali penerbitan setelah itu selesai, karena dulu susah kertas,” katanya, Rabu.

Ibarat sungai, Solo menjadi hulu kehidupan produk pers berbahasa Jawa. Selain Bromartani dan majalah Baluwarti, lahir juga koran Dharmanyata.

Koran tersebut yang kini menjadi tabloid Nyata. Selain Dharmanyata, ada juga koran Dharmakanda dan Parikesit. Ketiganya lahir pada 1980-an dan akhirnya redup sudah pada 1990-an.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya