SOLOPOS.COM - Pedagang makana lenjongan yang sedang melayani pembeli di koridor Jl. Gatot Subroto atau Gatsu, Senin (25/3/2023) sore. (Solopos.com/Candra Septian Bantara)

Solopos.com, SOLO– Solo Is Solo memiliki konsep unik dalam mengemas area kuliner untuk berburu menu buka puasa bagi warga Solo. Bertempat di koridor Jl. Gatot Subroto atau Gatsu, sebanyak lima belasan pedagang kompak menjajakan aneka makanan dan minuman zaman dulu (jadul).

Ketika Solopos.com berada di lokasi, Senin (25/3/2023) sekitar pukul 16.00 WIB, para pedagang yang umumnya merupakan pedagang UMKM dari Solo ini mulai menata meja dan menyiapkan dagangannya. Setidaknya ada lebih dari 25 jenis makanan dan minuman zaman dulu yang tersaji di sana.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Para pengunjung yang rindu dengan makanan dan minuman masa kecil atau zaman dulu akan dengan mudah menemukannya di sana. Mengingat saat ini makanan dan minuman jadul terbilang sulit untuk ditemui di Solo lantaran tergeser oleh makanan dan minuman modern ataupun yang berasal dari mancanegara.

Direktur Solo is Solo, Choirul Hidayat, menyampaikan saat ini di Solo sudah terlalu banyak event kuliner jelang berbuka yang menjajakan menu kekinian. Oleh karennya pihaknya ingin tampil beda.

“Kami ingin menghadirkan yang berbeda dengan sekeliling kita. Makanya yang dihadirkan jajanan jadul,” kata dia.

Beberapa makanan dan minuman jadul yang bisa pengungjung temukan di antaranya: dawet ayu, nasi liwet, gorengan jadul, pecel gendar, cendol, jeli susu, es cao janggelan, klepon, rujak degan, bajigur, cenil, gethuk, tiwul, sate kere, dan masih banyak lagi. Harga makanan dan minuman di sana pun relatif ramah di kantong, yakni mulai Rp5.000 hingga Rp25.000 saja.

Menjelang magrib sekitar pukul 17.15 WIB, seratusan pengunjung mulai memadati koridor Gatsu. Kebanyakan mereka datang bersama keluarga, pasangan dan teman, namun ada juga yang datang seorang diri.

Sayangnya sebagian besar pengunjung yang datang memilih untuk membungkus makanannya dan membanya pulang. Hanya sedikit yang membeli dan memakannya di tempat yang sudah disediakan.

Padahal sore itu cuaca kota Solo sedang cerah-cerahnya. Dan koridor Gatsu pun juga tidak terlalu ramai sehingga cukup syahdu untuk sekedar nongkrong ataupun ngabuburit.

Salah satu pembeli, Ningsih, 40, memutuskan untuk membawa makanan dan minuman yang Ia beli ke rumahnya di Laweyan. Ia beralasan karena merasa lebih nyaman dan menurutnya kursi dan meja yang disediakan oleh penyelenggara masih perlu ditambah.

“Saya ini membeli lenjongan yang isinya ada cenil, gethuk, tiwul, ketan, klepon dan gatot. Tapi ini saya bawa pulang, karena saya kurang nyaman di sini karena susah nyari kursi yang kosong. Alangkah lebih bagus kalau tempat duduknya ditambah,” kata dia.

Berbeda dengan Ningsih, Aldi, pengunjung asal Grogol, Sukoharjo ini memutuskan untuk menikmati klepon, tahu petis, pecel, dan es dawetnya di Koridor Gatsu. Menurutnya manu makanan dan minuman jadul yang ia beli akan lebih nikmat ketika dimakan di tempat.

Kata Aldi, meskipun harus menempuh perjalanan hampir 6 kilometer dari rumahnya, rasa kangennya terhadap makanan jadul ini sudah terobati. Walaupun makanan cabuk rambak dan es gempol pleret yang ia incar tidak ada.

“Ya lumayan lah ya, perjalanan hampir 6 kilometer ke sini bisa jadi obat kanget sama makanan dan minuman zaman aku kecil dulu. Sebetulnya sih aku ada ada incaran cabuk rambak dan es gempol pleret, tapi tidak ada, ya sudah,” jelasnya.

Selain para pengunjung yang bahagia karena bernostalgia dengan makanan dan minuman zaman dulu, para pedagang pun merasakannya hal serupa. Berkat adanya acara ini setidaknya mereka punya pemasukan tetap selama Ramadan.

Penjual sate kere, Ratna, 59, mengaku terbantu ekonominya sejak ikut event ini. Mengingat sebelumnya Ia hanya pedagang event yang tidak tetap. Dimana ia harus berpindah dari satu event ke event lainnya hanya dalam hitungan hari atau pekan saja.

“Ini hitunganya event terlama yang saya ikuti, karena biasanya hanya 1-2 pekan. Sebelum ke sini saja berjualan sate kere di bazar kuliner The Park, Solo Baru, Sukoharjo dan di Mal Paragon,” ungkap dia.

Wanita asal Bekonang, Sukoharjo ini tiap hari mampu membuat ribuan tusuk sate kere yang terdiri atas sate tempe gembus, kikil, dan jeroan sapi dan ayam. Untuk transportasi dari rumahnya ke Gatsu Ia mengandalkan taksi online.

Bagi warga Solo yang ingin klangenan dengan makanan dan minuman zaman dulu, tidak ada salahnya untuk mampir di koridor Gatsu tepatnya depan Matahari Singosaren. Di sana pedagang berjualan mulai pukul 15.30 WIB- 22.00 WIB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya