SOLOPOS.COM - Konferensi pers Densus 88 Antiteror Mabes Polri terkait penangkapan jarisan teroris Soloraya yang dipimpin pria asal Banyudono, Boyolali, di Mapolresta Solo, Jumat (4/8/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Jaringan teroris yang dipimpin pria asal Sanggrahan, Trayu, Banyudono, Boyolali, S alias SU, diketahui memiliki ideologi ekstrem dan kerap sasar polisi dalam aksinya.

Kelompok yang diduga menjadi pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, itu diketahui sudah merencanakan untuk menyerang Polresta Solo sebelum ditangkap.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme Densus 88 Antiteror Mabes Polri, Islah Bahrawi, menjelaskan terorisme sebagian besar memilih polisi sebagai sasaran karena polisi adalah simbol demokrasi.

“Simbol negara ada di situ, dan mereka itu antidemokrasi, mengharamkan demokrasi. Mereka juga menganggap negara ini adalah tagut karena menggunakan undang-undang buatan manusia sehingga polisi sebagai pengawal undang-undang dianggap simbol dari tagut,” kata dia saat konferensi pers di Mapolresta Solo, Jumat (4/8/2023).

Islah melanjutkan polisi selalu melekat menjadi target para kelompok teroris ekstrem tersebut karena polisi dianggap sebagai penghalang mereka dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai negara agama. Ia juga menjelaskan Solo juga menjadi target sasaran serangan jaringan teroris pimpinan pria asal Trayu, Boyolali, S, karena dianggap sebagai kota unik.

Islah berpendapat semua ideologi dapat hidup di Kota Solo. “Kalau dilihat, pergerakan-pergerakan episentrum gerakan ekstrem dan teror di Indonesia itu, biasanya berdasarkan history, berawal dari inisiasi yang dilakukan jaringan Solo. Dulu juga begitu, mau peristiwa bom Bali pun inisiasinya berasal dari sini [Solo],” kata dia.

Islah menjelaskan hal tersebut sering jadi objek penelitian. Menurutnya, perilaku orang Solo yang sangat inklusif mempengaruhi suburnya berbagai ideologi. Ia mengatakan inklusif bukan berarti tidak toleran.

“Namun kalau toleransi dan inklusivitas tidak terkelola dengan baik, itu bisa menjadi bumerang. Tapi insyaallah dan alhamdulillah, Pak Kapolresta [Solo] dan semua jajaran kepolisian, TNI di sini, serta jajaran pemerintah memahami semua itu,” kata dia.

Lima Orang Ditangkap

Sebagai informasi, Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap lima orang yang masuk jaringan teroris terkait kasus bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung. Mereka yang ditangkap yaitu S, TN, PS, AG, dan R. Mereka juga diketahui pernah merencanakan penyerangan ke Polresta Solo.

Juru bicara Densus 88 Antiteror Mabes Polri, Kombes Aswin Siregar, mengungkapkan penangkapan lima orang tersebut berkaitan dengan aksi bom bunuh diri yang dilakukan AS di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung.

Di antara lima orang yang ditangkap itu ada R yang merupakan istri dari AS. Sedangkan S, yang merupakan warga Desa Trayu, Banyudono, Boyolali, adalah pemimpin dari jaringan kelompok teroris tersebut. S ditangkap di Boyolali pada Jumat (28/7/2023).

Aswin menjelaskan AS memilih melakukan pengeboman di Bandung sedangkan S memilih area Solo. S juga telah mencari pengantin untuk melakukan aksi pengeboman di Solo. Sasarannya area Polresta Solo.

“Berdasarkan keterangan yang kami ambil dan hasil penyelidikan [dari S], sasarannya itu adalah Mapolresta Solo. Jadi kantor polisi atau Mapolresta Solo,” ujarnya.

Aswin menambahkan S merupakan anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pada 2008-2014. S juga diketahui sudah menjadi pendukung ISIS sejak 2014.

“Kami masih akan mendalami keterangan dari para tersangka serta melakukan pemeriksaan laboratorium forensik terhadap barang bukti yang disita,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya