Soloraya
Jumat, 21 Juli 2023 - 13:35 WIB

Bertahan Ratusan Tahun, Ini Nilai Penting Tradisi Yaa Qowiyyu di Jatinom Klaten

Tim Solopos  /  Fadila Alfiani Arifin  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tradisi sebar apam yaa qowiyyu di Jatinom, Klaten. (Istimewa)

Solopos.com, KLATEN — Di Jatinom, Klaten, setiap tahun digelar tradisi Yaa Qowiyyu yang sudah terkenal ke berbagai wilayah di Tanah Air. Tradisi ini digelar rutin setiap hari Jumat pekan kedua bulan Safar dalam penanggalan Jawa.

Terakhir, tradisi yang lekat dengan kisah Ki Ageng Gribig dan identik dengan sebaran apam itu digelar pada 16 September 2022 yang bertepatan dengan hari Jumat Kliwon 19 Sapar Tahun 1956 Ehe dalam perhitungan kalender Jawa.

Advertisement

Acara yang dipusatkan di Klampeyan Amphitheater Jatinom juga diisi dengan selawat dan doa bersama untuk NKRI bersama Habib Syech Bin Abdul Qadir Assegaf pada malam sebelumnya. Acara juga dihadiri Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Berdasarkan sumber literasi yang dihimpun Solopos.com, tradisi upacara Yaa Qowiyyu di Jatinom, Klaten, telah berjalan sejak 1511 tahun Saka atau 1688 Masehi. Artinya tradisi ini sudah bertahan lebih dari 500 tahun.

Advertisement

Berdasarkan sumber literasi yang dihimpun Solopos.com, tradisi upacara Yaa Qowiyyu di Jatinom, Klaten, telah berjalan sejak 1511 tahun Saka atau 1688 Masehi. Artinya tradisi ini sudah bertahan lebih dari 500 tahun.

Tradisi Yaa Qowiyyu disebut juga dengan tradisi Saparan dan digelar sebagai bentuk penghormatan kepada Ki Ageng Gribig yang telah menyebarkan ajaran agama Islam ke wilayah Klaten pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Disebutkan dalam jurnal berjudul Sebab Tradisi Yaqowiyu Tetap Bertahan Pada Masyarakat Di Desa Jatinom Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten karya Iqbal Fauzan M Rahim dan Thriwaty Arsal, tujuan upacara ini ialah sebagai bentuk permohonan kepada roh leluhur agar diberikan keselamatan bagi keturunannya yang masih hidup.

Advertisement

Dalam jurnal yang diunggah di laman journal.unnes.ac.id itu juga disebutkan nilai-nilai penting tradisi Yaa Qowiyyu sehingga masih dipertahankan oleh masyarakat.

Pertama, sebagai wujud interaksi upacara tradisional, Yaa Qowiyyu dianggap penting bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat bersangkutan. Sebab salah satu fungsinya adalah sebagai pengokoh norma-norma serta nilai-nilai luhur budaya yang telah berlaku disertai rasa solidaritas antarwarga masyarakat.

Sosok Ki Ageng Gribig

Selain itu faktor penyebab dukungan masyarakat setempat karena adanya kepercayaan bahwa barang siapa dengan rela dan ikhlas membuat dan menyerahkan kue apam pada upacara Yaa Qowiyyu, maka kelak di kemudian hari akan mendapat imbalan rezeki yang semakin banyak.

Advertisement

Kedua, tradisi Yaa Qowiyu sebagai nilai luhur yang kuat, dalam penyelenggaraannya disertai dengan ritual khusus yang biasa dilakukan masyarakat sehingga lama-kelamaan karakter, sikap dan perilaku masyarakat terbentuk dengan sendirinya.

Ritual tradisi Yaa Qowiyyu di Jatinom, Klaten, ini merupakan warisan dari leluhur dan masyarakat merasa bertanggung jawab untuk melestarikannya, upacara ini juga menjadi suatu kebanggaan bagi masyarakat setempat.

Beberapa sumber menyebut tujuan diadakan upacara Yaa Qowiyyu adalah untuk melestarikan budaya dari generasi ke generasi, menyambung tali silaturahmi, dan syukuran desa atau bersih desa.

Advertisement

Sedangkan mengenai sosok Ki Ageng Gribig yang menjadi tokoh penting di balik tradisi Yaa Qowiyyu, merupakan salah satu penyebar agama Islam di Jatinom pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo. Tradisi Yaa Qowiyyu bermula ketika sosok Ki Ageng Gribig pulang haji.

Sesampainya di Jatinom, Kiai Ageng Gribig membagikan oleh-oleh berupa kue kepada santrinya. Lantaran tidak cukup, dia meminta keluarganya membuat kue tambahan untuk dibagikan yang kemudian diberi nama apam. Nama kue itu berasal dari serapan kata ‘affun’ yang artinya ampunan.

Peristiwa Ki Ageng Gribig pulang berhaji itu diperkirakan pada Jumat Pahing, 17 Sapar 1541 atau 1619 Masehi. Tradisi Yaa Qowiyyu lantas dikembangkan para santri sepeninggal sosok Ki Ageng Gribig. Saban tahun, ribuan hingga ratusan ribu orang berdatangan untuk mengikuti tradisi tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif