Soloraya
Senin, 26 Februari 2018 - 05:35 WIB

Bertahun-Tahun Tak Terpantau, Program Pemanfaatan Biogas Wonogiri Apa Kabar?

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bak penampungan limbah cair pembuatan tahu berbahan beton di Bakalan RT 004/RW 012, Mloko Manis Wetan, Ngadirojo, Wonogiri. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Program pemanfaatan biogas bantuan dari pemerintah di Wonogiri saat ini kurang terpantau.

Solopos.com, WONOGIRI — Ratusan keluarga di Wonogiri memanfaatkan biogas atau gas hasil fermentasi bahan-bahan organik dari kotoran sapi dan limbah pembuatan tahu sejak beberapa tahun lalu. Pemanfaatan biogas itu untuk mewujudkan desa mandiri energi.

Advertisement

Warga antusias karena pemasangan instalasi biogas dibantu hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, dan pemerintah pusat. Salah satu penerima bantuan adalah pasangan Pardi, 51 dan Mujiyem, 49 warga Bakalan RT 004/RW 012, Mloko Manis Wetan, Ngadirojo.

Mereka memanfaatkan biogas dari limbah cair residu pembuatan tahu untuk bahan bakar kompor gas sejak lima tahun terakhir hingga sekarang. Saat ditemui Solopos.com di rumah mereka, pekan lalu, keduanya mengatakan selama ini biogas digunakan sebagai bahan bakar tiga unit kompor gas.

Setiap hari kompor itu digunakan untuk memasak ampas tahu yang akan dibuat tempe gembus. Selain itu kompor juga untuk memasak dan keperluan harian lainnya. Menurut mereka, memanfaatkan biogas dapat menekan pengeluaran rumah tangga. (baca: Wonogiri  Bangun Instalasi Biogas dari Tinja)

Advertisement

Sebelum memanfaatkan biogas mereka menggunakan elpiji 3 kg. Satu tabung gas melon habis dalam waktu sepekan. Setelah memanfaatkan biogas mereka dapat menghemat anggaran lebih kurang Rp960.000/tahun. Angka itu dikalkulasi dengan mengacu pada harga gas melon eceran di Bakalan yang sekarang mencapai Rp20.000/tabung.

“Kalau sekarang tinggal putar tuas kompor untuk membuka saluran biogas di selang lalu nyalakan api dengan korek api, setelah itu menyala lah apinya. Enggak perlu repot-repot beli elpiji. Selama kami masih memproduksi tahu, biogas ini akan tetap bisa dimanfaatkan,” kata Pardi.

Pengamatan Solopos.com, api yang dihasilkan dari biogas berwarna biru tetapi tidak memancar atau menyembur. Hal itu karena tekanan gas yang keluar dari selang tidak terlalu besar. Berbeda halnya elpiji yang bisa mengeluarkan gas dengan tekanan besar sehingga api bisa menyembur.

Advertisement

Pardi menampung limbah menggunakan bak penampungan permanen dari beton berbentuk bundar berdiameter 3,5 meter yang ditanam di tanah sedalam lebih kurang 4 meter di belakang rumahnya. Penampungan itu berkapasitas 16.000 liter limbah.

Awal pemanfaatan pengisiannya hingga penuh memakan waktu sepekan. Setelah itu gas baru bisa dimanfaatkan. Kini setiap hari Pardi harus mengisi bak sebanyak lebih kurang 2.600 liter limbah. Biogas keluar melalui pipa paralon yang dipasang di bagian atas bak.

“Ini [bak penampungan] dulu bantuan dari pemerintah. Kalau enggak salah nilainya Rp40-an juta. Kami enggak minta, tapi dikasih. Awalnya gas disalurkan ke tiga rumah termasuk rumah saya, tapi karena suatu hal dua rumah lainnya tak bisa lagi diberi gas,” imbuh Pardi.

Informasi yang dihimpun Solopos.com di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wonogiri, tercatat ada 229 penerima bantuan instalasi biogas di Wonogiri, baik kelompok maupun perorangan. Bantuan diberikan pada 2007 hingga 2014.

Pemberi bantuan meliputi Dinas Pengairan Energi Sumber Daya Mineral atau PESDM (kini menjadi ranah Pemprov) 21 warga pada 2012-2014, dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan atau Disnakperla (sekarang Dislapernak) 15 kelompok tani ternak (KTT) pada 2007-2014, dan dari pemerintah pusat ada 5 KTT pada 2008, 2013, 2014.

Selain itu bantuan dari Kementerian ESDM diberikan kepada 39 warga pada 2014 dan dari Kantor LH (sekarang DLH) kepada 149 warga pada 2009-2014. Sayangnya, keberlangsungan pemanfaatan biogas oleh para penerima bantuan saat ini tak terpantau.

Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan (DLH) Wonogiri, Eko Septaningsih, mengatakan kali terakhir pemantauan dilakukan 2015. Setelah tahun tersebut pemantauan berhenti karena tidak memiliki anggaran untuk kegiatan bersangkutan.

Penampungan

Akibatnya, DLH tak mengetahui secara pasti para penerima bantuan masih aktif memanfaatkan biogas atau tidak. Berdasar data yang dia peroleh, dari 229 hanya empat penerima yang sudah tak aktif lagi memanfaatkan biogas.

Kasi Perencanaan dan Kajian Dampak Lingkungan Bidang Tata Lingkungan DLH, Wiwik Pujihastuti, menginformasikan bantuan bak penampungan ada dua jenis, yakni bangunan terbuat dari beton dan dari fiber. Menurut dia kemungkinan besar penerima bantuan yang terbuat dari fiber kini tak aktif lagi memanfaatkan biogas.

Hal itu karena penampungan dari bahan fiber hanya bertahan lima tahun. Bantuan berbahan fiber bersumber dari DAK sebanyak lebih dari 188 unit.

“Dulu pemerintah menyalurkan bantuan kepada ratusan penerima untuk mewujudkan desa mandiri energi. Karena pengadaannya biar bisa banyak jadi realisasi unitnya berbahan fiber,” kata dia.

Salah satu penerima bantuan dari Disnakperla di Josutan RT 003/RW 002, Kaliancar, Selogiri, KTT Gemah Ripah, tak lagi aktif memanfaatkan biogas. Ketua KTT Gemah Ripah, Joko Triyogo, mengaku menerima bantuan bak penampungan limbah kotoran sapi pada 2012.

Namun, Joko berhenti memanfaatkannya sejak 2015. Joko mengaku berhenti memanfaatkan karena tak lagi memiliki cukup personel untuk mengangkut kotoran untuk dimasukkan ke bak penampungan.

“Saat kandang sapi masih bergabung petaninya kan banyak, jadi ada petugas yang bisa diberi tugas mengangkut kotoran setiap hari. Setelah kandang dimekarkan pengurus kandangnya terbagi. Satu kandang hanya diurus tiga petani. Karena orangnya terbatas jadinya tak ada yang bisa diberi tugas mengangkut kotoran, akhirnya berhenti memakai biogas,” ulas Joko.

Kabid Peternakan Dislapernak Wonogiri, Sutardi, mengaku masih terus memantau pemanfaatan biogas dari kotoran ternak oleh penerima bantuan hibah. Pemantauan dilakukan petugas di kecamatan. Menurut dia, masih banyak yang memanfaatkan biogas.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif